Home » Tasikmalaya » Garut » Gak Jelas, Fraksi Hanura Tolak LPP APBD Garut 2014

Gak Jelas, Fraksi Hanura Tolak LPP APBD Garut 2014

GARUT – Dari Sembilan Fraksi sebagai perwakilan partai di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Garut hanya satu partai yang tegas menolak Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan (LPP) Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran (TA) 2014. Penolakan tersebut ditegaskan Fraksi Partai Hanura (Hati Nurani Rakyat) dengan tidak memberikan kata akhir dari Jawaban Bupati Garut, H Rudi Gunawan.

Partai besutan Purnawarawan Jendral Wiranto ini teguh dengan pandangannya bahwa partainya tidak bisa memberikan kata akhir terhadap jawaban Bupati yang dinilai tidak professional. “Dari 29 pertanyaan yang diajukan Fraksi Partai Hanura, Bupati Garut hanya menjawab enam poin aja,” ujar Ketua DPC Partai Hanura Kabupaten Garut, Lela Nurlaela SH didampingi Sekretaris Partai Hanura, Agus Hilman kepada wartawan di kediamannya, Jalan Terusan Pembangunan.

Menurut mantan anggota DPRD periode 2009-2014 ini, pihaknya dengan tegas menolak memberikan kata akhir terhadap jawaban Bupati Garut H Rudi Gunawan pada  Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Garut masa sidang II tahun sidang 2015, dalam rangka pembahasan Raperda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Tahun Anggaran (TA) 2014 dengan acara pendapat / kata akhir fraksi-fraksi  dan keputusan DPRD yang dilaksanakan, Senin (06/07/2015). “Saat itu hanya Fraksi Partai Hanura yang menolak LPP APBD TA 2014” ujarnya.

Melalui penolakan tersebut, ditegaskan Lela bahwa Partai Hanura sebagai partai besar mempunyai sikap yang professional. Dikarenakan Bupati Garut hanya menjawab enam poin dari 29 poin pertanyaan yang diajukannya, maka jelas-jelas jawaban bupati ada sesuatu yang ganjil. “Saya pun tidak tahu, mengapa bupati hanya menjawab enam pertanyaan saja, sedangkan pertanyaan lainnya tidak dijawab dengan rinci dan tegas serta menyeluruh. Apakah bupati itu kecapean karena banyak pekerjaan atau pertanyaannya dianggap tidak ada apa-apanya serta tidak perlu untuk dijawab. Kalau begitu, kita memang bingung menuangkan kata akhir,” ungkapnya.

Ditegaskan Lela, bupati seharusnya memberikan jawaban yang jelas. Walau demikian, saat rapat paripurna Fraksi Hanura tidak meminta untuk menghentikan rapat, hanya saja Fraksi Hanura meminta untuk dipending, karena Fraksi Hanura belum tahu apa yang akan dijawab oleh bupati. “Nota jawaban dari Bupati Garut kita tidak tahu karena tidak lengkap, sehingga apa yang harus diterima atau ditolak. Makanya kita minta dipending dan dijawab dulu oleh bupati. Dari A sampai Z harusnya dijawab semua,” ungkapnya lagi.

Yang paling inti dari sekian banyak pertanyaan yang diajukan Fraksi Partai Hanura kepada bupati diantaranya terkait wisata Darajat, penghasilan tetap (siltap) perangkat desa dan yang paling kursial ketika mau menyetujui Raperda yang akan dibuat sebelumnya harus dipahami terlebih dahulu, namun dari 29 poin pertanyaan dan diminta dijawab. Tapi hanya enam poin kursial dan masuk ke ranah APBD yang dijawab. Namun itupun jawabannya ada yang melenceng dari pertanyaan yakni terkait peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) dan SPM (Standar Pelayanan Minimal). “Di Pemkab Garut ini ada 15 SKPD, namun SPM nya itu tidak jelas dan transparan, sehingga kita tidak tahu bagaimana kondisi SPM dibidang pelayanan kesehatan, pendidikan dan lainnya. Kita meminta kejelasan bupati apakah pelayanan di masing-masing SKPD itu maju atau menurun. Tentu hal ini juga dibarengi dengan kondisi anggaran yang diadakan

Pemkab Garut. Jadi intinya, bupati dalam memberikan jawaban terkait kondisi SDM dan SPM nya tidak jelas,” tambah Agus.
Dengan sikap bupati ini, Fraksi Partai Hanura menjadi bingung harus melakukan sikap seperti apa, karena jawaban dari bupati ini masih abu-abu alias tidak jelas. Contohnya pembayaran Siltap untuk perangkat desa dan dusun. Dikatakan bupati, Siltap ini dibayar tiap bulan, tetapi kenyataannya pembayaran itu dilakukan tiga sampai empat bulan baru dibayarkan, bahkan terjadi pemotongan. “Maka hak kita sebagai perwakilan rakyat untuk menanyakan hal itu. Tetapi kenapa tidak dijawab oleh bupati dan jawabannya sangat normatif, hanya cukup dengan berkata tidak ada apa-apa,” ungkap Agus Hilman.

Selain Siltap, Fraksi Hanura juga mempertanyakan tentang Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau (DBHCHT), ada keterangan yang menyebutkan dana alokasi cukai harus dikembalikan kepada petani minimal 50 persen, namun hal inipun tidak dijawab bupati. “Logikanya, untuk meningkatkan produksi tembakau, maka petani ini harus mendapat bantuan dan perhatian, salah satunya dengan peningkatan infrastruktur. Sehingg hasil produksi petani bisa lebih meningkat. Karena petani tembakau selama ini sudah menyumbangkan Rp 18 miliar untuk PAD Garut, tetapi kenapa tidak diurus,” ucapnya.

Lela dan Agus menegaskan, Partai Hanura akan memberikan support dan masukan positif kepada Pemkab Garut, sehingga apa yang dilihat dan dirasakan rakyat akan disampaikan kepada Pemkab Garut. Apabila memang kinerja Pemkab Bagus, maka partai akan mengatakan bagus, begitupun sebaliknya. “Kami mengapresiasi ketika Pemkab Garut menindak tegas galian di Gunung Guntur, tetapi kenapa Pemkab Garut juga membiarkan Darajat sebagai daerah konservasi malah menjamur gedung-gedung perhotelan, restoran, resort dan lainnya. Padahal wilayah itu bukan kawasan wisata. Dan semua itu notabene akan menghancurkan lingkungan. Nah, pertanyaan inipun tidak dijawab oleh bupati,” terangnya.

Masih kata Agus, Fraksi Hanura pun mempertanyaka, sejumlah kegiatan yang tidak pernah dibahas di DPRD, tetapi muncul kegiatan di SKPD. “Dari semua pertanyaan yang tidak dijawab inilah yang akhirnya kita tidak bisa memberikan kata akhir, hanya memberikan pendapat saja bahwa belum saatnya LPP APBD TA 2014 diparipurnakan sebelum bupati menjawab semua pertanyaan dari partai Hanura. Bila perlu kembali lagi ke paripurna nota jawaban bupati,” tambah kedua Kader militant Partai Hanura tersebut.

Agus menegaskan, dalam pertanyaan yang diajukan Partai Hanura ke Bupati Garut, Rudi Gunawan ditambahkan penegasan, bahwa semua pertanyaan itu mohon untuk dijawab, dikarenakan pada kesempatan yang lalu pertanyaan ini tidak pernah dijawab dengan tuntas, tapi ternyata tetap tidak ada jawaban dari bupati. “Apa yang kita tanyakan bisa dipertanggungjawabkan alias pandangan Fraksi Hanura ini tidak sembarangan. Apa yang disampaikan Fraksi Hanura sebelumnya sudah dibahas ditingkat Partai, karena kami semua ingin tahu. Dengan jawaban bupati yang tidak lengkap, Fraksi Hanura tetap tidak menyetujui

LPP APBD TA 2014, walaupun partai yang lain tetap menyetujui. Kami pun menghargai keputusan pihak lain di luar Fraksi Hanura,” ucapnya.
Sebelumnya, DPRD Kabupaten Garut, Senin (6/7/2015), kembali menggelar Sidang Paripurna dengan agenda pandangan kata akhir fraksi-fraksi atas jawaban Bupati Garut terkait LPP APBD tahun 2014. Dari Sembilan fraksi, Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), yang meminta Penetapan Perda tersebut ditunda, karena masih banyak persoalan yang belum bisa dijawab oleh Bupati Garut, pada saat sidang paripurna sebelumnya.

Sidang pun sempat diskorsing, karena Anggota Fraksi Hanura, Riki Muhamad Sidik, menyampaikan alasan penolakan penetapan Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun 214, menjadi Peraturan Daerah. Karena Bupati Garut dianggap masih belum memberikan jawaban memuaskan terkait berbagai permasalahan di Kabupaten Garut.

Direktur Lembaga Komitmen Team Komite Nasional (LKTKN) Garut, Andri Rahmadani mengatakan, Rapat Paripurna tentang pembahan LPP APBD TA 2014 cacat hukum. Pasalnya, ada langkah-langkah yang memang tidak dilakuan sebagaimana mestinya. “Rapat Paripurna ini seharusnya dilakukan setelah DPRD membentuk Panitia Khusus (pansus), tetapi saya lihat hal itu tidak dilakuka,” katanya.

Salah satu kader partai yang enggan disebutkan namanya menyebutkan, dirinya sangat prihatin terhadap sikap anggota dewan periode 2014-2019. Pasalnya, anggota DPRD ini sepertinya kurang memahami aturan, sehingga para anggota dewan ini kurang kritis dan terlihat kemampuannya mereka jauh berada dibawah kemampuan pihak eksekutif. “Rapat Paripurna ini tidak bisa dilakukan tanpa adanya pembentukan Pansus, karena dengan begini pihak eksekutif dengan mudah memuluskan penyampaian LPP APBD TA 2014, sampai disetujui oleh pihak legislatif,” ungkapnya. (asp)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*