KARAWANG – Sembilan tenaga kerja wanita (TKW) asal Karawang, tewas di Arab Saudi. Angka itu merupakan akumulasi selama tahun 2015 hingga bulan Oktober kemarin. Ironis, meski banyak contoh TKW mengenaskan di Arab Saudi, tapi angka keberangkatan perempuan asal kabupaten lumbung padi ini ke negara tersebut terus meningkat. Mereka seakan tak memperdulikan semua itu. Bagi mereka, yang terpentingt adalah bisa keluar dari masalah kemiskinan.
“Sembilan orang yang meninggal dunia di Arab Saudi itu kasusnya rupa-rupa. Ada yang diakibatkan dari kekerasan, kecelakaan dan sakit. Selain yang meninggal dunia, juga banyak TKW asal Karawang yang pulang dalam keadaan mengenaskan, bahkan cacat,” ujar Staf Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Karawang, Ahmad Sugiri.
Dikataan dia, angka kematian TKW di Arab Saudi itu merupakan data resmi yang masuk ke Disnakertrans Karawang. Dari data itu, tercatat ada 30 kasus kekerasan terhadap TKW asal Karawang di Arab Saudi selama kurun 2015.
“Namum meski demikian, angka keberangkatan TKW Karawang ke Arab Saudi tetap tinggi. Sampai saat ini Disnakertrans belum bisa menolak keinginan masyarakat yang akan bekerja menjadi TKW di Arab Saudi. Pasalnya, lapangan pekerjaan di Karawang sendiri tidak bisa menampung jumlah tenaga kerja,” katanya.
Ironis memang, di tengah Kabupaten Karawang yang merupakan kota industri, banyak warganya tidak kebegian lahan pekerjaan. Bahkan, warga Karawang sendiri harus tersingkir dan berjuang di luar negeri dengan resiko yang sangat tinggi. Jika demikian fenomenanya, lalu siapa yang mengisi ribuan industri di Karawang? Orang luar Karawang kah?
Kemudian, bagaimana dengan realisasi dari Perda Ketenagakerjaan di Karawang yang mengisyaratkan pembagian tenaga kerja 60:40? Berjalankah Perda ini? Pertanyaan selanjutnya, kemana pemimpin Karawang? Apakah mereka melakukan pengawasan? Agaknya, UMK Karawang paling tinggi di Jabar, itu merupakan sesuatu yang gak berefek bagi warga Karawang. Sebab, UMK tinggi tidak dinikmati oleh warga Karawang. (bay)