CIREBON – Sumbangan untuk pembangunan fasilitas di SMP Negeri 1 Gebang, Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon, yang terus-terusan dilakukan pihak sekolah dalam kurun waktu belum setahun ini disesalkan orang tua siswa.
Kekecewaan ini tidak hanya karena kurang terbukanya pihak sekolah terkait rencana alokasi anggarannya saja, melainkan komite sekolah juga memaksakan diri dengan memihak kepada sekolah lantaran yang menjabat bukan orang tua siswa dan sudah puluhan tahun tak pernah diganti.
Informasi yang diperoleh “JP” menyebutkan, keluhan dan kekecewaan para orang tua siswa terjadi saat dilaksanakan rapat antara orang tua siswa dan pihak sekolah, Rabu (21/9). Karena saat selesai sosialisasi program kerja dari kepala sekolah dan komite sekolah mengenai sosialisasi program sekolah tahun ajaran 2016-2017, tidak dibukanya forum diskusi antara orang tua siswa, kepala sekolah dan komite terlebih dahulu terkait rencana pembangunan lapangan basket dan tempat parkir kendaraan para guru. Usai rapat pihak sekolah langsung mengumumkan bahwa siswa-siswi SMPN 1 Gebang dikenakan biaya sumbangan sekolah sebesar Rp 200.000 tanpa diskusi dengan orang tua siswa terlebih dahulu.
“Ketika orang tua murid mendesak untuk menjelaskan RAB dan design pembangunan tersebut pihak sekolah dan komite saling lempar tanggung jawab dan mengatakan orang tua wali menanyakan RAB dan designnya kepada ketua panitianya yang katanya sedang ke Sumber. Hal tersebut membuat orang tua siswa kesal lantaran pihak sekolah yang terkesan tidak ada persiapan sama sekali. Bahkan alasannya terkesan mengada-ada. Kejadian tersebut sangat disayangkan mengingat belum juga setahun permohonan bantuan sumbangan pembangunan mushola sebesar Rp 300 ribu per siswa disusul adanya sumbangan lagi. Terlebih bagi siswa kelas 7 yang baru masuk, dirasakan belum bisa bernafas pembiayaan awal masuk sekolah sudah saling susul sumbangan-sumbangan berikutnya yang angkanya ditentukan pihak sekolah dan komite sekolah,” beber salah seorang wali murid usai rapat.
Wali murid lainnya yakni Riyan, kepada “JP” memaparkan, Orang tua murid menginginkan pembangunan sekolah dilaksanakan secara bertahap tanpa memaksakan pungutan kepada orang tua siswa yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan. “Seperti yang kita tahu saat ini nelayan sedang mengalami musim paceklik dan sekolah seharusnya bisa melihat hal tersebut tanpa memaksakan pungutan, adanya sumbangan tyang dilakukan pihak sekolah secara bertubi-tubi sebanarnya sebagai orang tua siswa tidak ingin berfikir negatif mengenai sekolah tapi jika kejadiannya terkesan menutup-tutupi maka jangan salahkan orang tua siswa jika menganggap sekolah tidak baik dalam pengelolaan pembangunan yang dananya bersumber dari orang tua siswa. Bukan kali ini saja sekolah membuat pungutan kepada orang tua murid saat awal anak kami masuk kami diminta untuk membayar pungutan pembangunan masjid sebesar 200.000 dan prosesnya sama tanpa adanya RAB dan design pembangunanya, hal ini membuat kami gerah terhadap pihak sekolah yang terkesan menutup diri dari orang tua siswa.“ paparnya.
Ditambahkan Riyan, Komite sekolah yang seharusnya menjadi mitra kritis sekolah justru malah berfungsi sebagai antek sekolah yang bekerjasama dengan sekolah untuk memeras orang tua siswa, dari komposisi pengurus komite sekolah dan jumlah pengurus komite sekolah, tidak ada satupun yang dari unsur orang tua siswa dan jumlahnya Cuma 5 orang dan sudah puluhan tahun tidak pernah diganti, hal ini jelas melanggar keputuan menteri pendidikan nasional nomor 044/U/2002 tentang acuan pembentukan komite sekolah. Dimana komite sekolah harus memasukan unsur orang tua siswa dan jumlahnya sekurang-kurangnya 9 orang. “Kecurigaan kami tentang adanya kongkalikong antara pihak sekolah dan komite sekolah semakin menguat,“ keluhnya.
Ditambahkannya, sebagai orang tua siswa, berharap program pembangunan tempat parkir dan renovasi lapangan basket dilaknasakan secara bertahap sesuai dengan urgensinya. Tetapi pungutan tersebut dilakukan setelah komite sekolah melakukan perubahan dengan memasukan unsur orang tua siswa sebagai pengurus komite sekolah agar terjalin komunikasi yang harmonis antara pihak sekolah dan orang tua siswa, menurutnya pihak sekolah jangan memaksakan kehendak membangun yang sebenarnya para orang tua siswa mengeluhkan dibelakang, selain itu komite sekolah juga harus sesuai dengan aturan, ketua komite bertahun-tahuin bertahan tidak pernah diganti. “Kami tidak mau SMPN 1 Gebang menjadi lahan korupsi, dan SMPN 1 Gebang harus mau membuka diri menerima masukan dari orang tua siswa, alur sumbangan pendidikan juga harus diperbaiki agar orang tua siswa tidak merasa adanya pemeresan apalagi di musim paceklik seperti ini yang pastinya mengganggu sektor ekonomi nelayan, dimana mayoritas orang tua siswa berprofesi sebagai nelayan,” harap Riyan.
Senada juga disampaiakan wali murid kelas 9, Atam, yang mengeluhkan adanya sumbangan siswa yang terkesan bertubi-tubi. Menurutnya, untuk orang tua siswa kelas 9 dilaksanakan terpisah selang sehari setelah kelas 7 dan 8 dilaksanakan, menurutnya hasil rapat terkesan percuma, karena pihak sekolah dan komite sekolah yang mengaku mewakili orang tua siswa sudah punya format dan saat rapat hanya mengumumkan saja. Sementara protes orang tua siswa yang berharap biaya untuk persiapan UN hanya Rp 100 ribu tetapi pihak sekolah mengumumkan ada dua pilihan yakni Rp 200 ribu atau Rp 300 ribu. “Mereka menunjukkan untuk bukunya beda antara yang Rp 200 ribu sama yang Rp 300 ribu, katanya buat beli buku sama biaya jam mengajar, terangnya.
Sementara Kepala SMPN 1 Gebang setelah membuka rapat, langsung pergi meninggalkan sekolah dan tidak bisa untuk dikonfirmasi terkait keluhan para wali murid tersebut. “Kepala sekolah ke Sumber mau rapat,” kata salah seorang guru kepada Wartwan. (crd)