Home » Artikel » Mengapa Pesantren Traddisional Menjauhi Pola Hidup Matrealistis

Mengapa Pesantren Traddisional Menjauhi Pola Hidup Matrealistis

Oleh :

Sutejo Ibnu Pakar
Dosen IAIN SNJ Cirebon

TRADISI pesantren bernafaskan sufistik dan ubudiyah.  Materi pengajaran pendidikan pesantren yang bercorak fikih-sufistik  mengarah pada orientasi nilai yang sangat menekankan pentingnya kehidupan ukhrawi di atas duniawi,  agama di atas ilmu, dan moral di atas akal. Meskipun demikian, tidak seluruhnya model pendidikan ini buruk karena ternyata ia mampu menghasilkan pertahanan mental spiritual yang kuat, dan telah mampu memberikan pembinaan moral sehingga mendapat tempat di hati masyarakat dan kaum muda umat Islam. Sifat utama dari fikih-sufistik ini ialah mementingkan pendalaman akhlak yang diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Corak pendidikan fikih-sufistik  sempat mengalami masa ‘uzlah  (terpisah dari tata kehidupan pemerintahan kolonial pada umumnya), tetapi sampai sekarang masih tetap berjalan. Ada beberapa dampak positif dari corak fikih-sufistik  yang dilesatrikan didalam pendidikan pesantren. Dampak positif itu antara lain timbulnya nilai kependidikan yang positif yaitu sikap yang memandang semua kegiatan pendidikan sebagai ibadah kepada Allah. Kedua, tumbuhnya pemmbagian tugas dalam menjaga nilai-nilai yang mendasari pesantren, Ketiga, tumbuhnya nilai-nilai dalam pesantren yang berbeda dengan nilai yang hidup di kalangan masyarakat luas, dimana nilai dalam pesantren didasarkan atas ajaran fikih sedangkan nilai-nilai dalam masyarakat didasarkan atas realitas sosial.

Corak ajaran yang bersifat fikih-sufsitik juga melahirkan santri yang berperilaku saleh dalam kehidupan sehari-hari dan kepekaan yang luar biasa terhadap kejadian-kejadian yang berkaitan dengan hukum agama.  Santri adalah  pribadi yang peka terhadap hal-hal yang sifatnya karitas  (charitable).  Santri  dan alumni pesantren ini kurang berminat  terhadap hal-hal yang berjiwa sekular, pragmatis dan kualitatif, serta kehidupan yang berorientasi dan atau mengukur kemuliaan berdasarkan hal-hal duniawi dan bendawi, materaialistis (hubb al-Dunya wa al-Jah). (*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*