CIREBON – Semua bakal calon bupati berlomba-lomba ingin mendapatkan rekomendasi dari suatu partai politik. Tak ayal strategi politik apapun bisa dilakukan, salah satunya mendaftarkan diri ke berbagai partai politik. Tentu strategi tersebut menjadi hal yang lumrah karena untuk mengejar target rekomendasi sebagai syarat ingin menjadikannya sebagai bakal calon bupati.
Adang Juhandi tokoh Cirebon Timur mengatakan perhelatan pemilihan bupati (Pilbup, red) Cirebon semakin dinamis, hal ini ditandai dengan hampir setiap bakal calon bupati (bacabup) saling mencari kendaraan politik sebagai jembatan untuk menghantarkannya meraih kekuasaan di Kabupaten Cirebon. “Setiap partai yang membuka pendaftaran bacabup kok kenapa di jajakinya apa sekedar ambil formulir atau serius mendaftar. Di partai ini daftar di partai lain daftar ada kemungkinan di mana-mana juga daftar,” celoteh Adang kepada jabarpublisher.com, Sabtu (6/5/2017).
Dikatakan Adang, hal ini membuat tanda tanya besar apakah hanya untuk mengejar survei semata yang dilakukan tiap partai ataukah ada rasa was was akan tidak mendapat kendaraan atau hanya settingan yang seolah-olah berseberangan dengan petahana. “Padahal ya jika dia serius ingin bangun Cirebon lebih baik tidak harus dengan cara-cara seperti itu, sudahlah tetap konsisten pada salah satu kendaraan, nanti bagaimana tinggal membangun komunikasi politik yang baik,elegan dan saling menghormati antara partai,” tambahnya.
Pria yang juga sebagai salah satu politisi dari Partai NasDem ini menambahkan, potret semacam ini seharusnya di waspadai oleh para petinggi partai di Kabupaten Cirebon. “Yang ada ya dan mungkin bisa saja terjadi kepada partai, suatu saat setelah dia melenggang dengan meraih kekuasaan pasti akan ditinggalkan begitu saja, ya boleh dikatakan seperti kacang lupa kulitnya,” ungkapnya.
Diakuinya, sebut saja salah satu figur dari birokrasi Kalinga yang tidak konsisten, pada awalnya ia mendaftarkan dirinya lewat partai NasDem dengan dalih ingin membangun koalisi dan dia menganggap partai NasDem ini para birokrat tetapi nyatanya sekarang daftar juga di partai Golkar. “Saya kira jika konsistensi di partai saja dipertanyakan bagaimana kepada rakyat untuk membangun Cirebon kearah lebih baik nantinya seperti apa,” tegasnya.
Fenomena “poligami politik” Kalinga ini menurut Adang memang sah-sah saja, karena tidak mengikat. Hanya saja, secara moral dan spirit konsistensi hal ini patut dipertanyakan. (gfr)