BANDUNG – Gaya kepemimpinan one man show pada masa pemerintahan Ridwan Kamil-Oded M Danial dikritisi. Masyarakat dinilai tidak sepenuhnya diajak berpartisipasi secara aktif khususnya dalam memberikan aspirasi pembangunan kota. “Pemerintahan saat ini cukup one man show. Pemimpin merasa kebijakan menurut dia adalah yang paling baik. Jadi, memperlakukan masyarakat seperti anak kecil,” ujar Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandung Haru Suandharu, dalam peluncuran “Gerakan Bandung Babarengan” di Kota Bandung, Minggu 4 Juni 2017.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera itu mengatakan, salah satu contohnya adalah keinginan Pemerintah Kota Bandung untuk mengganti teknologi pembangkit listrik tenaga sampah dari teknologi insinerator menjadi biodigester. “Sekarang biodigester itu ide siapa? Kan seharusnya ngobrol, kalau ingin biodigester diputuskan sejak awal, kita dorong sama-sama. Sekarang sengketa pada tahun keempat (kepemimpinan Ridwan-Oded),” kata dia.
Contoh lainnya, kata Haru, adalah dalam pemilihan tema taman-taman yang pada pemerintahan Ridwan Kamil-Oded M Danial, pembangunannya gencar. Semuanya dilakukan sesuai keinginan pemerintah. Padahal, menurut Haru, tidak sulit untuk mengajak masyarakat untuk aktif. DPRD sebagai wakil masyarakat, menurut dia, bisa menjadi mitra untuk diajak berdiskusi. Meski hampir semua permasalahan Kota Bandung tersentuh, kata Haru, Pemerintah Kota Bandung menghadapi kendala komunikasi dengan sejumlah pemangku kepentingan seperti DPRD, muspida, dan juga masyarakatnya.
“Memang yang dilakukan wali kota dengan sosial media luar biasa, juga hadir di tengah-tengah masyarakat. Namun, persoalan Kota Bandung tidak akan selesai hanya oleh mereka berdua,” tutur dia. Haru menyambut baik konsep Bandung Babarengan yang digagas oleh Cece Abdurrahman. Bandung Babarengan merupakan gerakan masyarakat yang bersinergi dengan pemerintah, pengusaha, akademisi, kalangan sosial. Dengan begitu, masyarakat turut berpartisipasi aktif dalam membangun Kota Bandung.
Merangkul
Cece Abdurrahman mengatakan, pembangunan kota tidak bisa dilakukan sendiri oleh pemerintah. Masyarakat harus dirangkul untuk melaksanakannya. “Saya bagian dari masyarakat Bandung yang kalau menunggu pembangunan dari pemerintah saja, berkali-kali harus menunggu lama,” kata dia. Masyarakat, kata Cece, tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pembangunan di sekitar mereka. Perlu ada pelibatan swasta, sosial, juga akademisi. “Pemerintah tanpa masyarakat juga lemah. Memang pajak dari mana?” kata dia.
Cece mengatakan, kerja sama yang belum terjalin utuh antara Pemerintah Kota Bandung dan masyarakat tercermin dari masih adanya program yang belum berjalan. Di RW 20 Kelurahan Antapani Tengah, Kecamatan Antapani, yang menjadi domisili Cece misalnya, program perbaikan jalan tidak berjalan. Kegiatan itu tertahan selama dua tahun. “Sudah masuk rencana pembangunan Kota Bandung dan sudah terpublikasi di website. Masyarakat bertanya, masa agenda pembangunan yang sudah ada nominalnya tidak berjalan sampai dua tahun,” kata dia. (dbs/pr)