CIREBON – Dampak yang dihasilkan oleh pengusaha batu alam ini adalah kerusakan dan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu Pemerintah daerah Kabupaten Cirebon bakal merelokasi pengusaha batu alam yang ada di Kecamatan Dukupuntang, namun lagi-lagi relokasi itu terkendala oleh anggaran.
Kepala Bidang Pengendalian Dan Pemulihan Dampak Lingkungan pada Dinas Lingkungan Hidup, Yuyu Jayudin mengatakan, pemerintah daerah merencanakan merelokasi industri batu alam yang jumlahnya sebanyak 247. “Saat ini pemerintah daerah telah membebaskan lahan seluas 4,5 ha di Desa Cipanas Kecamatan Dukupuntang,” kata Yuyu, Senin (07/05/2018).
Selain menampung industri batu alam, dikawasan itu juga nanti dibuatkan Indtalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL). “IPAL ini nantinya tersentral, jadi nanti limbah dikumpulkan satu tempat dan nantinya dikelola atau limbahnya dilempar ke perusahaan,” jelasnya.
Berdasarkan DED dan kajian konsultan untuk membangun relokasi industri batu alam ini, lanjut Yuyu, membutuhkan anggaran senilai Rp30 miliar. Jelas ini sangat besar, sehingga membutuhkan bantuan dari pemerintah pusat. “Karena anggarannya sangat besar Pemkab tidak sanggup, karena keterbasan APBD. Tahun ini saja pemkab hanya menganggarkan Rp1 miliar,” sambungnya.
“Saya mohon pemerintah pusat bisa mengalokasikan untuk pembangunan IPAL dan relokasi batu alam ini,” imbuhnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Herman Khaeron (Hero), mengatakan limbah hasil penggergajian batu alam berupa air di Dukupuntang selama ini belum ada solusi. Sebab limbah tersebut dapat mencemari lingkungan dan membahayakan pertanian tak hanya wilayah setempat.
Padahal katanya, limbah sebenarnya bukan hal yang menakutkan atau mencemari lingkungan jika dikelola dengan baik. Maka pihaknya bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup mengolah atau memanfaatkan limbah yang dihasilkan dari penggergajian batu alam tersebut menjadi nilai ekonomis bagi kesejahteraan masyarakat sekitar.
“Saya sebagai anggota DPR melihat ini (usaha batu alam, red) adalah siklus kehidupan masyarakat, ada dampaknya dan pemerintah harus hadir. Agar siklus yang ada bisa saling mendukung. Limbah itu bukan sesuatu yang mencemari dan mengkhawatirkan, tapi bagaimana bisa diubah untuk kesejahteraan masyarakat, bernilai ekonomis,” kata Hero.
Dalam kesempatan itu, Hero juga mengucapkan terima kasih kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Direktorat Pengendalian Pencemaran Air, sehingga peresmian IPAL dan rumah produksi tersebut bisa terealisasi.
Meski demikian, Hero menyadari betul bahwa hasil pemanfaatan limbah batu alam yang dijadikan batu bata ringan itu masih belum optimal. Artinya, lanjut dia, masih belum memenuhi standar untuk bahan bangunan. Tetapi, pihaknya tidak akan tinggal diam, untuk terus memperbaiki kualitas hasil pemanfaatan limba tersebut.
“Saya nanti minta pihak terkait agar meneliti pengolahan limbah menjadi batu batanya memenuhi standar untuk bangunan. Dan nanti akan menjadi percontohan Cirebon khususnya dan internasional pada umumnya,” kata Hero.
Dilokasi yang sama, Dirjen Pengendalian Pencemaran Kerusakan Lingkungan (PPKL) Direktorat Pengendalian Pencemaran Air Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Karliyansah mengatakan, air limbah batu alam ini harus dikelola dengan baik, sehingga tidak mencemari sawah di Kecamatan Dukupuntang dan sekitarnya.
“Saya tadi sudah meninjau lokasi yang akan dijadikan tempat relokasi. Cukup luas dan itu bisa menampung meski tidak semua pengusaha,” tururnya. (gfr)