Home » Bandung » ‘Perawat Seharga Dokter’, Komite Medik RSJ Prov Jabar Buat Pernyataan Sikap

‘Perawat Seharga Dokter’, Komite Medik RSJ Prov Jabar Buat Pernyataan Sikap

KAB BANDUNG BARAT – Buntut dikeluarkannya Keputusan Gubernur (KepGub) Nomor 910 Tahun 2019 tentang Perubahan ke 6 Tunjangan Penghasilan Pegawai (TPP), memicu protes keras dari para dokter yang bekerja di rumah sakit milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar). Salah satunya yakni dokter-dokter yang ditugaskan di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Prov Jabar, Jalan Kolonel Matsuri KM 7 Kab Bandung Barat.

Baca Berita Terkait: Kepgub TPP Sudah Diteken Gubernur, “TOL” untuk Dokter Kapan?

Protes tersebut diutarakan lewat surat pernyataan sikap dari para dokter di RSJ Prov Jabar yang ditujukan kepada Direktur Utama RSJ setempat. Surat tersebut ditandatangani langsung oleh Ketua Komite Medik RSJ Provinsi Jabar dr. Yuyun Setiawan SpKJ, tertanggal 29 Januari 2020.

RUMAH SAKIT JIWA PROV JABAR

“Setelah upaya panjang dari dokter-dokter yang bertugas di 5 Rumah Sakit milik provinsi Jawa Barat, untuk memberikan pertimbangan dalam proses perubahan KepGub no 910/kep979/org/2019 tentang perubahan ke 6 TPP tanggal 28 November dan tidak mendapat tangapan yang serius dari Pemprov Jabar, maka kami Komite Medik RSJ Provinsi Jabar mengambil sikap terhitung tanggal 1 Februari 2020:

  • Seluruh dokter bertugas mulai jam 07:30 sampai 16:00, selebihnya diserahkan tanggung jawab pelayanan pada manajemen.
  • Menuntut adanya jasa medik (Bukan jasa pelayanan).
  • Dokter umum hanya bertanggungjawab terhadap pelayanan IGD, selebihnya diserahkan kepada manajemen.
  • Seluruh pekerjaan diluar pelayanan medis (bukan tupoksi dokter), diserahkan kepada manajemen.
    Demikian adanya, terimakasih atas perhatiannya,” tulis Yuyun dalam surat tersebut.

Sementara itu, menurut penuturan sumber JP di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi Jabar, diberlakukannya KepGub tersebut akan mengakibatkan tunjangan dokter sama dengan perawat. Efeknya akan ada eksedus perawat ke provinsi. Perawat yang kepintarannya tidak setaraf dokter akan tersingkir.

“Pemberi perintah sama penerima perintah, sama penghasilannya. Ini fenomena pertama di dunia. Akibatnya, beberapa rumah sakit akan menjadi puskesmas besar bila PMK 30 ini diterapkan. Di rumah sakit sudah bergemuruh slogan ‘Perawat Seharga Dokter’,” ungkap sumber JP itu.

Ia dan beberapa rekannya bahkan meminta media untuk datang langsung ke RS milik Pemprov yakni RS Al ihsan, RSJ, RS Paru, RSUD Jampang, dan RS Pamengpeuk guna mengkonfirmasi lebih jauh tentang masalah ini. “Efeknya terlalu besar kalau (KepGub) itu dijalankan,” imbuh sumber.

Sedangkan pernyataan salah satu dokter yang juga bekerja di lingkungan RS Pemprov Jabar mengatakan, Pertimbangan penghasilan dokter lebih tinggi dari perawat adalah lumrah, mengingat jenjang pendidikan, keahlian, aturan profesinya juga berbeda. “Itu karena, pendidikan, kelangkaan, jarak, keahlian, dan aturan profesi,” katanya.

Kata dia, pendidikan perawat itu banyak di Jabar, sampai di daerah bejibun. Sedangkan pendidikan dokter di jabar hanya ada 4. Sekarang nambah satu, belum ada lulusannya. Tupoksi perawat itu dasarnya perintah dokter. Cord bisnis rumah sakit itu dokter bukan perawat. Kalau nggak ada dokter, gak akan disebut rumah sakit. Perawat yang buka klinik itu mal-praktek. “Jadi harapan kami mohon dikaji kembali KepGub tersebut sebelum diberlakukan agar tidak timbul kegaduhan,” pungkas sumber. (tim/red)

Berikut Lampiran Foto Lembaran Pertama dan Terakhir Kepgub No 910 serta Surat Pernyataan Sikap yang Dimaksud:

KEPGUB NO 910 TAHUN 2019
SURAT PERNYATAAN SIKAP DOKTER RSJ PROV JABAR

3 comments

  1. Ternyata dokter spesialis jiwa pun tidak mampu menjamin kesehatan jiwanya sendiri

  2. Ada bbrp hal yg tidak tepat dr informasi di atas.

    1. Dokter dan perawat adalah mitra, 2 profesi berbeda yang punya hak dan wewenang masing2. Mungkin secara historis, di seluruh dunia, profesi dokter lebih dulu lahir, maka lbh dulu berkembang. Saat ini profesi keperawatan juga terus berkembang, memang masih ada perawat lulusan D3 (diploma), tapi sudah banyak sekali lulusan Sarjana Keperawatan yang setara dengan Sarjana Kedokteran. Ada program profesi keperawatan yg meluluskan Ners, setara dengan Dokter (umum). Di Universitas Indonesia juga sudah ada program Spesialis Keperawatan (Ners Spesialis) yang setara dengan dokter spesialis.
    Jd jika scr kepegawaian, Ners setara dengan dokter umum, wajar dan memang sdh seharusnya. Jika perawat lulusan D3 setara dengan dokter umum, itu yang tidak benar.

    2. Tindakan keperawatan bukan atas perintah dokter. Perawat punya hak dan wewenang dalam melakukan tindakan keperawatan. Memang, selain tugas mandiri, ada tugas pelimpahan wewenang dari dokter. Yang artinya pelimpahan, harusnya dokter yang melakukan, tapi perawat yang diminta yang melakukan. Pertanyaannya: jasa pelayanan/mediknya masuk kemana? Dokter atau perawat?

    3. Mengenai jumlah institusi pendidikan keperawatan lbh banyak dibanding institusi pendidikan dokter. As long as ada ijin penyelenggaraan pendidikan, tidak masalah, itu resmi diijinkan oleh pemerintah. Kenapa tidak banyak institusi pendidikan dokter? Krn menyelenggarakan dan pendirian pendidikan dokter lebih mahal persiapannya, butuh effort yg lebih dibandingkan mendirikan institusi keperawatan. Di sisi lain, dengan biaya pendidikan pendidikan dokter yg lebih mahal, masyarakat lebih memilih pendidikan keperawatan. Apakah salah?

    4. Core bussines RS adalah pelayanan kepada pasien bukan ada tidaknya dokter. Pelayanan kepada pasien itu multidisiplin, bukan hanya punya dokter. Ada dokter, perawat, ahli gizi, apoteker, administrasi dll. Sehingga kalau statement nggak ada dokter, ga ada RS? Hrs dikaji lagi. Di RS, semua berperan, dokter saja, ga ada perawat, gak akan bisa RS berdiri dan berjalan. Hal ini menyambung dg dokter akan kerja 07.30-16.00, selebihnya diserahkan ke manajemen. Selama ini perawat bekerja 24 jam di samping pasien. Dokter ke pasien hanya saat visite, beberapa menit saja. Selebihnya perawatlah yang memberikan pelayanan kepada pasien.

    5. Perawat yang buka klinik adalah malpraktek. Perawat yang buka pelayanan mandiri, ada syaratnya dan melalui proses perijinan. Jd perawat yang buka klinik mandiri, klinik keperawatan, resmi dpt ijin dr pemerintah. Kecuali yang tanpa ijin, itu yg tdk benar. Dokter juga sama, praktek mandiri juga ada ijinnya. Jika tidak ijin, maka tidal benar juga. Semua sdh ada aturan dr pemerintah.

  3. Perawat dan dokter sama2 profesi,perawat dan dokter adalah parner bukan atasan dan bawahan,perawat tidak bekerja berdasarkan perintah dokter,perawat bekerja berdasarkan ilmu dan keahliannya. Jagan hanya bayangkan rs tanpa dokter,bayangkan juga rs tanpa perawat. Dokter hanya dtg saat visit pasien saja,sedangkan perawat 24 jam memberikan asuhan keperawatan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*