Home » Cirebon » Penanganan Jenazah Covid-19 di RS Gunung Jati Penuh Teka-teki

Penanganan Jenazah Covid-19 di RS Gunung Jati Penuh Teka-teki

CIREBON – Proses pemulasaraan jenazah pasien berinisial S (37 tahun) asal Desa Gunung Jati, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon, masih menjadi misteri. Pasalnya baik pihak keluarga, masyarakat, maupun pihak rumah sakit Gunung Jati dan Dinas Kesehatan Kota Cirebon memiliki alibi masing-masing terhadap masalah tersebut.

Baca berita sebelumnya, Klik: Jenazah Covid-19 dari RS Gunung Jati Masih Berpakaian Akhirnya Dibuka, Dimandikan dan Dikafani Lagi Seperti Biasa

Yang membingungkan adalah ketika dalam konferensi pers di awal-awal, Direktur Rumah Sakit Gunung Jati dr Ismail menyampaikan/membacakan bahwa karena pertimbangan mencegah persebaran infeksi, maka pakaian yang melekat pada tubuh jenazah tersebut tidak dibuka sesuai dengan protokol covid-19. Selain itu, karena ada pula rembesan rembesan cairan yang keluar dari tubuh pasien yakni melalui anus sehingga dipakaikanlah Pampers untuk menghindari timbulnya masalah baru.

Padahal dalam proses penanganan pasien hingga menjadi jenazah yang positif covid, dipastikan petugas medis-lah yang tahu betul alur penanganannya. Hanya saja para petugas tersebut tidak dihadirkan dalam konpers itu. Pihak RS hanya menghadirkan dr. Agung, Kepala ICU dan Anastesi yang tidak kita ketahui apakah memeriksa langsung kondisi pasien/jenazah tersebut atau tidak.

Namun pernyataan yang berbeda justru muncul dalam sesi tanya jawab antara pihak RS dan Wartawan. dr. Laila, perwakilan dari Dinkes Kota Cirebon menjelaskan bahwa jenazah sebelum dikirimkan tidak dibungkus bulat-bulat seperti yang terlihat melainkan sudah dibersihkan terlebih dahulu lalu dipakaikan lagi pakaian serta popok.

“Jadi bukan dengan pempers kotor bulet-bulet (dibungkus), tapi ada proses. Untuk baju itu milik pasien tapi kondisinya pada hari sebelum dilakukan pemasangan ett, pasien sudah dimandikan karena sesudah dipasang fentilator kan sulit, jadi paling di-lap. Mengingat banyak cairan yang keluar dan lain-lain, sehingga masih dipakaikan, tapi dibungkus plastik itu untuk menghindari yang lain kena, kemudian dikafankan dan dibungkus lagi. Cuman pada saat video ditayangkan sudah dibuka semua, jadi kesannya cuma kaya diplastikin. Nah itu punten,” ungkap Laila.

Pernyataan yang cenderung berbeda dengan saat awal-awal konpers juga disampaikan dr Ismail, yang kembali disela oleh dr. Laila.

“Di protokol itu, kalau dinilai sangat infeksius memang tidak ada panduan secara jelas, jadi diserahkan kepada masing-masing yang menilai pada saat itu. Pertimbangannya adalah kita untuk safety supaya cairan tidak keluar dan menulari sehinggal timbul masalah baru,” ungkap Ismail.

Sementara itu ketika wartawan bertanya soal pampers dan baju yang melekat, pihak RS juga dinkes menjelaskan bahwa pampers dan baju dipakaikan kembali setelah dibersihkan. “Pemakaian pampers itu setelah jenazah dibersihkan baru dipakaikan. Kalau masih keluar maka kita pasangkan lagi karena kalau keliatan keluarga kan gak enak (adanya rembesan cairan-red), itu yang kita antisipasi. Karena memang proses kematian dan proses penyakitnya banyak yang harus dibersihkan. Seperti apa yang disampaikan pak direktur tadi,” ujar Laila. (tim/jp)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*