Home » Bandung » Sidang Perdana “Operasi Kutil Hilang Nyawa” Digelar, Tergugatnya RS Mitra Kasih

Sidang Perdana “Operasi Kutil Hilang Nyawa” Digelar, Tergugatnya RS Mitra Kasih

BANDUNG – Sidang perdana memeriksa perkara tragedi kematian pasien operasi kutil Rumah Sakit Mitra Kasih berhasil digelar di Pengadilan Negeri Bale Bandung pada Kamis, 30 September 2021. Sebelumnya, dua kali jadwal sidang dinyatakan batal, dengan faktor utamanya karena ketidakhadiran para tergugat. Sidang untuk Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) ini bernomor Perkara: 176/Pdt.G/2021/PN.Blb., dipimpin oleh majelis hakim yang terdiri dari Dinahayati Syofyan, S.H., M.H., Ika Lusiana Riyanti, S.H., dan Kukuh Kalinggo Yuwono,S.H., M.H., serta Imas Nia Daniati, S.H. sebagai Panitera Pengganti.

Baca Berita Sebelumnya, Klik: Operasi Kutil Berujung Hilang Nyawa, RS Mitra Kasih Cimahi Digugat

Para kuasa hukum dari penggugat dan tergugat saat berdialog di PN Bale Bandung.

Hadir dari tergugat I Direktur Rumah Sakit Mitra Kasih Cimahi yang diwakili oleh Ferdian Hanif Dwiananta, S.H., M.H., advokat pada Stanislaw Law Office Kota Bandung. Hadir juga tergugat II dr. Iwan Dermawan Ma’mur, Sp.B. dan tergugat III dr. Arief Kurniawan, Sp.An., diwakili oleh kuasa hukumnya dari satuan Hukum Daerah Militer (Kumdam) III/Siliwangi, Jalan Sumatera, Kota Bandung. 

Sementara itu, ayah dan ibu dari pasien operasi kutil yang meninggal di RS Mitra Kasih sebagai penggugat juga hadir yang diwakili oleh tim pengacara yang dipimpin oleh  Johnson Siregar, S.H., M.H. dari tim Kantor Hukum Johnson Siregar Dan Rekan (JSDR). Tampak hadir para pengacara dari tim ini, Agus Hotma Sihombing, S.H., M.H., Roberto Pandiangan, S.H., Erik Daniel, S.H., dan Paul Aruan, S.H.

Seperti biasa, pada sidang perdana ini majelis hakim memeriksa para pihak, seperti identitasnya dan surat kuasanya, demikian pula diperiksa surat ijin praktik dari organisasi advokat. Yang mencolok dalam pemandangan sidang di peradilan umum ini adalah kehadiran satuan Kumdam III/Siliwangi. Pihak tergugat I Direktur RS Mitra Kasih diwakili oleh kuasa hukumnya dari kantor advokat, sementara tergugat II dan III yang tercatat bekerja di RS Mitra Kasih Cimahi, diwakili oleh satuan berseragam TNI AD.

Dari persidangan ini, diketahui tergugat II dan III merupakan dokter yang tergabung dalam TNI AD, selain berpraktik di RS Dustira, kedua dokter ini melakukan praktik juga di RS Mitra Kasih Cimahi sekaligus sebagai Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) atas pasien operasi kutil yang meninggal di RS Mitra Kasih Cimahi.

Kepada media ini, Johnson Siregar mengaku sempat menyampaikan keberatan atas kehadiran satuan Kumdam III/Siliwangi di peradilan umum di hadapan majelis hakim PN Bale Bandung. “Kami persilakan saja, supaya pihak Kumdam III/Siliwangi membuat alasan yang kuat dan benar secara resmi dan tertulis, sehingga Kumdam III/Siliwangi ini benar-benar sesuai hukum dapat beracara di PN Bale Bandung khususnya dalam perkara ini, ”tegas Johnson, di Bandung, Kamis, 30/9.

Dari sumber menyebutkan, praktek pemberian bantuan hukum dari penasihat hukum militer (anggota TNI)  harus sesuai dengan UU RI Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer serta UU RI Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Berdasarkan ketentuan UU RI Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, sejatinya pemberian bantuan hukum dari penasihat hukum militer (anggota TNI) hanya dapat memberikan jasa hukum di lingkungan Peradilan Militer sesuai dengan yurisdiksi dan justiabelnya.

Ada Pemilahan antara Manajemen RS dan DPJP RS?

Perbedaan mencolok antara tim kuasa hukum antara RS Mitra Kasih dan kedua DPJP ini, dinilai memberi petunjuk bahwa telah terjadi pemilahan antara manajemen RS Mitra Kasih yang diwakili Direktur Cs dan kedua DPJP. Pihak keluarga korban dan kuasa hukum melihat kecenderungan adanya ketidakharmonisan antara manajemen RS Mitra Kasih dan kedua DPJP. Padahal kedua dokter tersebut bekerja di RS Mitra Kasih. “Pertemuan pihak RS Mitra Kasih dengan pihak keluarga korban yang sempat dilakukan, kedua DPJP yang kebetulan militer itu tidak pernah hadir dalam pertemuan, “papar Johnson Siregar.

Di sisi lain, Johnson mengungkapkan bahwa pihak RS Mitra Kasih diwakili Kepala Bidang Pelayanan Medis dr. Riezcky Danang Dady, MMRS., menyatakan tidak ada kesalahan RS Mitra Kasih Cimahi atas tragedi kematian pasien Gloria Easter Simanjuntak pasca operasi kutil di RS Mitra Kasih. “Pertanyaan kami, siapa yang memutuskan agar pasien tersebut di opname? RS Mitra Kasih atau DPJP dr. Iwan Dermawan, Sp.B. Lantas kalau diopname apakah pihak RS Mitra Kasih dan DPJP ini sudah memersiapkan langkah-langkah penanganan yang optimal?” tukas Johnson.

Kata Johnson, Direktur RS Mitra Kasih pernah melarang Ketua Komite Medik RS Mitra Kasih bertemu kuasa hukum keluarga korban. Menurut Johnson Siregar, komite medik adalah perangkat rumah sakit untuk menerapkan tata kelola klinis (clinical governance) agar staf medis di rumah sakit terjaga profesionalismenya melalui mekanisme kredensial, penjagaan mutu profesi medis, dan pemeliharaan etika dan disiplin profesi medis. “Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor  755/Menkes/Per/IV/2011 tentang Penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit, maka Komite Medik RS Mitra Kasih seharusnya memiliki kemampuan menilai profesionalisme staf medis yang bekerja di rumah sakit, “kata Johnson.

Tahap Mediasi

Pada sidang perdana ini, majelis hakim pemeriksa perkara gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) bernomor 176/Pdt.G/2021/PN.Blb memberi kesempatan kepada kedua belah pihak untuk menyelesaikan dengan perkara secara damai melalui mediasi. Sidang dengan agenda mediasi ini akan dilaksanakan pada Senin, 4 Oktober 2021 pukul 10.00 WIB dengan menghadirkan para prinsipal (pemberi kuasa  dari penggugat maupun tergugat).

Johnson menilai, sidang dengan agenda mediasi dalam perkara ini cenderung tidak menghasilkan perdamaian. Ia kemudian memaparkan bahwa sejak kejadian meninggalnya pasien operasi kutil bernama Gloria di RS Mitra Kasih, 15 Maret 2021 lalu, hingga saat ini (30/9/2021) sudah banyak upaya yang dilakukan pihak korban untuk meminta keterangan dari RS Mitra Kasih. RS Mitra Kasih dirasa belum memberikan kejelasan dan jawaban jujur dari manajemen RS Mitra Kasih, siapa yang bertanggungjawab dan apa yang menjadi penyebab atas kematian putri mereka.

Menurut Johnson, waktu yang sudah berlangsung selama 5 bulan ini ditambah agenda persidangan ini akan menambah derita batin keluarga khususnya orangtua. “Korespondensi dan pertemuan antara pihak keluarga dan RS Mitra Kasih tidak berjalan dengan baik. Sidang 1 dan 2 terpaksa batal karena ketidakhadiran tergugat. Dalam sidang hari ini, kepada majelis hakim yang terhormat kami sampaikan juga agar persidangan memeriksa perkara ini dapat berjalan secara paralel sambil mediasi, “ungkap Johnson. (des)

Ditulis oleh Desmanjon Purba, reporter www.jabarpublisher.com, WA. 081395485485

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*