JAKARTA – Alat bukti yang disampaikan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta untuk memeriksa Dahlan Iskan dalam kasus dugaan korupsi pengadaan gardu PLN, dinilai pengacaranya, Yusril Ihza Mahendra, tidak memiliki kejelasan.
Selaku kuasa hukum Dahlan Iskan, Yusril mengaku, dirinya akan mendalami surat perintah penyidikan (sprindik) yang dikeluarkan oleh Kejati DKI Jakarta itu. Sebab dengan mendalami sprindik, Yusril mengaku akan dapat menilai apakah penetapan tersangka terhadap Dahlan sudah memenuhi dua alat bukti permulaan yang sesuai atau belum.
“Apakah memang sudah ditemukan dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan beliau (Dahlan) sebagai tersangka juga sedang kami dalami,” ujar Yusril di Gedung Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Selasa (16/6).
Dikatakan Yusril, keterangan saksi dalam penyelidikan tidak bisa dijadikan sebuah alat bukti untuk menetapkan tersangka. Sebab penyelidikan para saksi dilakukan setelah Dahlan sudah ditetapkan sebagai tersangka. “Itu kan keterangan saksi yang dikumpulkan dalam kontek pro justisia oleh penyidik. Tapi kalau dulu-dulu dilakukan penyelidikan belum sampai pada penyidikan itu belum dapat dianggap sebagai alat bukti pendahuluan,” lanjut Yusril, seperti dikutip CNN Indonesia.
“Pada pemeriksaan awal, penyidik telah menunjukkan beberapa dokumen yang ditanda tangani oleh Dahlan sebagai salah satu alat bukti. Dokumen tersebut terkait tentang dengan pengusulan proyek yang dijadikan sebagai proyek pembangunan Gardu Induk secara multi years.
Selanjutnya, bahwa persetujuan proyek multi years sudah bukan wilayah kuasa Dahlan,” ucapnya. Sebab, kata Yusril, dalam konteks administrasi negara, jika sudah serah terima jabatan kepada pejabat baru, maka pejabat yang baru tersebut memiliki kewenangan untuk melanjutkan atau menghentikan proyek yang telah ada sebelumnya. “Jadi tidak bisa disalahkan kepada Pak Dahlan yang dulu pernah mengusulkan, masa orang nggak boleh mengsulkan sesuatu,” ujarnya.
Selain memberikan usulan terhadap skema multi years, Dahlan juga mengusulkan kepada Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan untuk dilakukan penambahan uang muka bagi kontraktor untuk mempercepat realisasi proyek. Usul Dahlan tersebut diterima dan diterapkan saat Dahlan tak lagi jadi orang nomor satu di PLN. Oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Dahlan diangkat menjadi Menteri Badan Usaha Milik Negara.
Karena itu menurut Yusril, Dahlan sama sekali tidak mengetahui bahwa suluruh usulan terhadap proyek tersebut disahkan oleh Kementerian ESDM dan Kemenkeu. “Sebagai Dirut PLN, sah saja beliau usulkan untuk dijadikan suatu perubahan dan belakang perubahan itu diterima,” kata Yusril. (red)