Home » Tasikmalaya » Garut » Pemkab dan DPRD Garut Dinilai Tidak Transparan

Pemkab dan DPRD Garut Dinilai Tidak Transparan

GARUT – Pemkab dan DPRD Garut dinilai tidak  transparan. Masyarakat yang ingin menggali informasi, mengawal serta membantu pembangunan di Kabupaten Garut tak bisa leluasa melakukannya. Untuk mendapatkan informasi dan akurasi data, sangatlah sulit.

Meski aturan birokrasi sudah ditempuh, namun pihak-pihak terkait di lingkungan Pemkab sepertinya hanya mencari alasan untuk menutupi akurasi data yang dibutuhkan LSM dan wartawan. Apabila pihak-pihak ini saja tidak mendapatkan informasi yang gamblang, bagaimana dengan rakyat Garut. Masyarakat selama ini hanya menerima manfaat dari kinerja aparatur yang menurut penilaian Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) masih memiliki penilaian dengan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP).

Bahkan, fakta-fakta yang dirasakan langsung wartawan, untuk mendapatkan penggandaan hasil penyusunan KUA PPAS (Kebijakan Umum Anggaran- Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara) dan penggandaan Buku Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran (TA) 2015 sampai dipingpong. Permohonan yang dilayangkan wartawan diajukan melalui tiga institusi seperti Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset (DPPKA), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPEDA) dan Sekretaris Daerah (Sekda) serta di tambah lagi ke institusi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Garut. “Ini bukan produk DPPKA, jadi kami tidak bisa memberikan kopian buku APBD,” ungkap Agis selaku Kabid Anggaran di DPPKA Kabupaten Garut.

Sementara Kepala Bappeda, Widiana CES kepada wartawan mengaku sudah menerima surat permohonan dari salah satu media Garut dan ditegaskan bahwa untuk mendapatkan KUA PPAS dan Buku APBD Garut TA 2015 bukan kewenangan Bappeda, tetapi harus ke DPPKA. “Saya sudah menerima surat permohonan dari media dan saya disposisikan untuk ke DPPKA. Kalau wartawan meminta secara tertulis, nanti akan saya jawab permohonan tersebut dengan jawaban tertulis,” ujar Widiana yang buru-buru karena mengaku sedang menjalani pemeriksaan oleh BPK, Jumat (06/19/2015) di kantornya.

Sebelumnya, Kusnadinata selaku pejabat di Setwan DPRD Kabupaten Garut pernah mengungkapkan, berdasarkan keterangan dari pegawai Setwan DPRD Garut yang namanya Dudung, bahwa DPRD tidak bisa memberikan kopian atau salinan buku APBD dan hasil penetapan KUA PPAS 2014. “Kata kang Dudung, bapak Ketua DPRD katanya tidak mengijinkan,” ujar Kusnadinata, beberapa bulan lalu.

Sementara itu, Surya dari LSM Komite Rakyat (KOMRAT) dan Iwan Katok perwakilan Gerakan Garut Menggugat (G3) mengalami hal yang serupa dengan tim wartawan. Menurutnya, sampai saat ini Pemkab Garut bekerja jauh dari professional. Untuk itu pihaknya mengaku akan mendorong agar DPRD dan Pemkab Garut untuk diaudit publik. “Kinerja Pemkab dan DPRD sudah jelas sangat bobrok, untuk itu mereka harus segera diaudit langsung oleh auditor publik. Jangan diaudit oleh inspektorat dan BPK, karena sampai saat ini auditor itu tidak memberikan efek jera,” ujar Iwan Katok dan Surya.

Sementara itu, Budi Rahadian selaku akademisi dan juga penggiat lembaga bantuan hukum (LBH) di Kabupaten Garut mengatakan, sampai saat ini sepertinya Pemkab Garut dalam membuat suatu peraturan terkesan asal-asalan dan tidak professional. Budi mencontohkan, pembuatan Perda dan Perbup tentang Pemilihan Desa.

“Dalam pembuatan Perda dan Perbup tentang pemilihan kepala desa saja ada kesalahan. Walaupun kecil tetapi menunjukan bahwa Pemkab Garut menganggap gampang masalah kecil. Ini artinya, bagaimana mereka bisa menyelesaikan masalah  besar, toh masalah kecil saja bisa terjadi,” ujarnya.

Budi menegaskan, ketika berbicara masalah aturan hukum, maka hal yang terkecil pun harus ditempuh. Dalam Peraturan Daerah (perda) tentang pemilihan kepala desa terdapat kesalahan cetak. Yang seharusnya ditulis BPD, tetapi dalam lampiran Perda tertulis DPRD. Setelah itu, pihak Pemkab merubah kesalahan tulis begitu saja. Padahal, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, perbaikan itu ada mekanisme yang ditempuh.

“Untuk memperbaiki isi dari Perda yang sudah dicetak dalam sebuah buku tersebut harus dilakukan tiga hal. Yang pertama melalui Yudisial Review, kedua Ekstekutif Review dan ketiga melalui legislatif Review,” tandas Budi Rahadian seraya mengatakan, revisi itu tidak bisa dilakukan begitu saja dan Bupati Garut harus tanggung jawab.  (asp)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*