CIKARANG PUSAT – Belasan buruh yang mengatasnamakan Aliasi Buruh Bersatu Kebupaten Bekasi Grudug Ruang Komisi IV DPRD Kabupaten Bekasi. Pasalnya, masih banyaknya perusahaan di Kabupaten Bekasi tidak menjamin para buruhnya seperti, upah layak yang sesuai dengan Upah Minimum Regional (UM) 2015 Rp.2.890.000 dan tidak mentaati peraturan BPJS.
Hal ini terjadi dengan para buruh di PT.Incap Altin Utama, perusahaan yang memproduksi logam yang terletak di Jalan Cibuntu, Kecamatan Cibitung, itu terjadi hampir selama setahun, Rabu (12/8). Dalam pertemuan di Ruang Komisi IV itu terungkap, mereka mendapatkan gaji Rp.2.692.000. Gaji itu menurut buruh sejak 2014 dan pada tahun ini belum mengalami kenaikkan.
Tidak hanya itu saja, hal lain juga terungkap perusahaan tersebut mempekerjakan karyawan outsourching dengan gaji sekitar Rp.1.500.000. Para buruh karyawan dan outsourching juga tak mendapatkan BPJS kesehatan, masih mempekerjakan karyawan di atas usia 60 tahun dan lain sebagainya. Dari Pelanggaran-pelanggaran tersebut pihak buruh kesal dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Bekasi yang cuek atas pelaporan buruh tersebut yang sudah dilaporkan pada 8 bulan yang lalu kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bekasi, yang belum ada tindakan yang tegas dari dinas tersebut.
“Saya yang mengadvokasi para buruh itu, kedatangan mereka (buruh) untuk melaporkan macetnya laporan pelanggaran pidana yang dilakukan perusahaan itu yang menumpuk di Disnakertrans Kabupaten Bekasi. Pelaporan pelanggaran itu dari Januari 2015 hingga Agustus 2015 belum turun nota dinasnya. Padahal berdasarkan aturan perundang-undangan yang berlaku (Nomor 13 Tahun 2003 UUD Tentang Ketenagakerjaan dan UUD Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Hubungan Industrial). Harusnya paling lambat satu bulan setelah pelaporan itu segera ditindaklanjuti dan turun lah nota dinas,” papar .
Lanjut dia, ini menjadi pembiaran dan bisa menjadi perkembangan. Persoalan para buruh PT.Incap itu, sudah dilaporkan dan seperti dibiarkan oleh Disnakertrans. “Apakah Pemkab dalam hal ini Disnakertrans bisa menjalankan fungsinya sesuai tugas pokoknya. Ini kan perlu terjadi reformasi birokrasi agar tak menjadi benang kusut,” terangnya.
Sementara itu, Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Bekasi, Nyumarno menuturkan, pengaduan mereka ke Pengawas Ketenagakerjaan Disnakertrans telah dilakukan sejak Oktober 2014. “Harusnya jika pengusaha tak sanggup memenuhi UMR dalam aturan undang-undang kan telah diatur mekanisme tolerasinya. Ya itu bisa melakukan penangguhan. Tetapi perusahan itu malah tidak mengajukan penangguhan. Ini kan melanggar. Ada konsekuensinya karena melanggar itu. Yaitu dipidana 4 tahun atau denda sekitar Rp.400 juta kalau tidak salah. Ini artinya perusahaan lagi-lagi melakukan pelanggaran lainnya juga yaitu tidak menyertakan karyawannya untuk mengikuti BPJS Kesehatan,” ujarnya.
Sambung dia, hal itu jelas-jelas memperlihatkan pihak terkait tak bisa tegas. “Kata para buruh itu pengawas Disnakertrans sudah mendatangi perusahaan tiga kali. Tapi tak bisa menemui pimpinannya,” katanya.
Masih kata pria yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan ini, artinya pengawas Disnakertrans seperti tak ada wibawa di mata pengusaha. “Jadi kita sarankan pengawas segera mungkin sekali lagi mendatangi pihak perusahaan. Kalau tak bisa tuntas, maka panggil paksa dan konsekuensinya pidanakan mereka karena soal upah,” tegasnya.
Sementara itu, Kasie Penindakan Pengawas Ketenagakerjaan Disnakertrans, Hary Murbijanto enggan berkomentar banyak soal itu. “Saya harus lapor dulu pimpinan soal ini. Saya tak bisa berkomentar dulu ya mas. Nanti kalau sudah lapor pimpinan mas,” cetusnya yang ditemui usai melakukan pertemuan dengan para buruh dan Komisi IV sambil terburu-buru dan takut pertanyaan para wartawan. (iar)