BEKASI – Menyikapi isu yang berkembang terkait jajaran komisaris, direksi dan juga pejabat struktural Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Bhagasasi yang hingga kini belum juga menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ketua Gerakan Mahasiswa Bekasi (GMB), Asep Aprianto mengatakan, akan segera melaporkan hal tersebut langsung ke KPK.
“Seluruh komisaris dan direksi wajib menyampaikan LHKPN kepada KPK, sehingga sejalan dengan amanat UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme,” ujarnya, Kamis (20/8).
Lebih lanjut Asep mengungkapkan, pihaknya sudah memastikan hal tersebut dengan melakukan verifikasi data dengan pihak yang berwenang. Sehingga, hal tersebut membuat pihaknya yakin akan meminta KPK agar sesegera mungkin memeriksa seluruh petinggi PDAM Tirta Bhagasasi, karena keengganan mereka menyerahkan LHKPN.
“Jelas ini menimbulkan tanda tanya besar bagi kami. Dan sudah bukan rahasia lagi jika sebuah BUMD lebih berperan menjadi ‘ATM’ nya pihak tertentu,” tambahnya.
Selain melaporkan ke KPK, mahasiswa semester akhir yang berkuliah Universitas Islam ’45 Bekasi ini juga menbeberkan, pihaknya juga akan menurunkan aksi massa hingga jajaran petinggi perusahaan plat merah milik Kota dan Kabupaten Bekasi ini agar segera melakukan kewajibannya, yakni menyampaikan LHKPN dan juga mengumumkan kepada publik harta kekayaan miliknya.
“Seluruh simpul GMB di kampus-kampus Bekasi sudah tak sabar untuk turun aksi. Jika mereka menolak melaporkan harta kekayaan, lebih baik mereka mundur dari jabatannya saat ini juga,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, Sekretaris Forum Pelanggan Air PDAM Tirta Bhagasasi, Irham Firdaus, mendesak agar segenap jajaran Direksi, Komisaris, dan juga pejabat struktural Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Bhagasasi, untuk segera melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Pada prinsipnya, LHKPN merupakan laporan yang wajib disampaikan oleh para penyelenggara Negara mengenai harta kekayaan yang dimilikinya saat pertama kali menjabat, mutasi, promosi, dan pensiun,” ujar Irham.
Setelah menyampaikan LHKPN kepada KPK terangnya, maka kewajiban selanjutnya adalah mengumumkan jumlah harta kekayaan yang mereka miliki. Menurutnya, hal tersebut akan membuat terang asal muasal harta kekayaan yang mereka miliki selama ini.
Menurut Irham, kewajiban tersebut bukanlah hal yang mengada-ada. Karena, kewajiban serta rangkaian mekanisme penyampaian LHKPN tersebut tertera dengan jelas dalam UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme jo. Pasal 71 ayat (2) UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Dengan menyampaikan LHKPN, segala tudingan miring serta fitnah yang selama ini muncul ke permukaan akan hilang dengan sendirinya,” terangnya.
Sementara itu di tempat terpisah, Direktur CBA (Center for Budget Analysis), Uchok Sky Khadafi mengaku, akan segera menindaklanjuti serta melaporkan kepada KPK jika mendapatkan laporan serta informasi tentang adanya jajaran Direksi, Komisaris ataupun pejabat struktural sebuah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang lalai menyampaikan LHKPN tersebut.
“Yang harus di garis bawahi adalah kenapa mereka bisa lalai dalam menyampaikan LHKPN yang sifatnya wajib. Sebenarnya apa yang ditutupi?,” ucapnya.
Lebih lanjut pengamat yang fokus pada potensi korupsi dalam politik anggaran negara ini meminta kepada yang berkewajiban menyampaikan LHKPN, agar segera membuat laporannya. Menurutnya, kewajiban menyampaikan LHKPN adalah konsekuensi logis atas jabatan serta posisi strategis yang mereka nikmati selama ini.
“Setelah menyampaikan LHKPN, selanjutnya mereka harus bersedia diperiksa harta kekayaannya. Semua itu wajib dilakukan demi terciptanya penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi,” pungkasnya. (fjr)