Home » Bekasi » Wah…Lagoon Apartemen Berdiri di Tanah Sengketa

Wah…Lagoon Apartemen Berdiri di Tanah Sengketa

 

BEKASI – Pembangunan apartemen Lagoon Bekasi dengan 2 tower. Ditengarai berada dalam kawasan serapan air dan berdiri di tanah bermasalah, sengketa aset antara Pemkot dan Kabupaten Bekasi. Karena aset yang belum diserahkan pihak Kabupaten Bekasi.

Hal itu disampaikan Sekretaris Komisi A DPRD Kota Bekasi, Sholihin. Ia mengaku kecewa dengan proses pembangunan Lagoon Apartement yang berada di area Bekasi Town Square (BETOS), tepatnya di Jalan Cut Meutia, Kelurahan Margahayu, Bekasi Timur. Pasalnya, apartemen yang baru meresmikan penanaman tiang pancang ‘ground breaking’ itu, menempati lahan milik Kabupaten Bekasi yang asetnya belum diserahkan ke Pemkot Bekasi.

“Itu emang tanah Kabupaten Bekasi, kami dari komisi A sudah menanyakan terkait tanah kas Desa ke DPRD Kabupaten beberapa waktu lalu,” demikian ucap Sholihin, Senin (7/0) siang, melalui sambungan telepon genggam.

Selain itu, kata anggota DPRD dari PPP itu, proses perizinan yang terkesan terburu-buru dilakukan Pemkot Bekasi tanpa memperhatikan aspek tata ruang dan peruntukan lahan.

“Sepertinya ada kongkalingkong antara oknum Pemkot dan pihak pengembang,” ungkapnya.

Sholihin memaparkan, di wilayah tersebut peruntukkannya untuk tanah resapan air. Artinya, tidak boleh ada bangunan yang berdiri kalau kita mengacu kepada aturan tata ruang dan wilayah.

“Kalau setahu saya, daerah resapan air gak boleh dibangun. Ekses ataupun dampak yang terjadi memang akan berdampak banjir, hal ini terlihat dari RW 09 Margahayu semenjak ada pusat perkantoran Bekasi Town Square (Betos) beberapa waktu lalu, saat musim hujan, wilayah ini terendam banjir. Terlebih lagi dengan adanya apartemen dua tower, nanti jadi apa daerah sekitar kalau hujan,” katanya.

Terkait hal itu, Sholihin meminta kepada Pemerintah Kota Bekasi tidak hanya berbicara nilai investasi yang akan diterima Pemkot Bekasi, namun juga harus melihat dampak lingkungan yang dirugikan dari pembangunan yang diakibatkan investasi tersebut. “Investasi sah-sah saja untuk menyerap tenaga kerja, tapi harus diatur di wilayah yang pembangunannya belum padat. Kota Bekasi kan punya 12 kecamatan kenapa harus numpuk di pusat kota saja. Ini kan gak bagus dampaknya,” imbuhnya.

Lebih lanjut Sholihin meminta agar pengembang Binakarya Group bersama PT Triputri Natatama untuk memperhatikan semua aspek. Terutama aspek sosial dan dampak lanjutannya. Aspek yang dimaksud, kata dia, antara lain aspek banjir, limbah, dan lain sebagainya.

“Masyarakat sekitar harus diperhatikan. Undang-undang RTH tentang resapan air juga harus diperhatikan. Apalagi di sana ada kali (sungai), berarti melanggar garis sepadan sungai (GSS). Yang tak kalah penting adalah proses perizinan harus diselesaikan dan harus dimatengin terlebih dahulu. Nanti Kota Bekasi terlihat kumuh dan akan bertambah macet,” ujarnya.

Sebelumnya, Sabtu (5/9) Lagoon Apartemen melakukan agenda toffing off untuk tower 1 yang memiliki kapasitas kamar sebanyak 560 unit. Sedangkan, tower kedua masih dalam proses pengerjaan dengan rencana kamar sebanyak 785 unit.

Anehnya, dalam kegiatan ini pembeli apartemen seolah dibohongin terkait akses jarak tempuh dari Jalan Semanggi, Jakarta menuju lokasi Lagoon Apartemen yang berada di Bekasi Timur yang dalam rilisnya disebutkan hanya memakan waktu 30 menit. Faktanya, dengan kepadatan dan kemacetan di jalan Bekasi dan Jakarta jarak tempuh sehari-hari bisa mencapai 2-3 jam dari lokasi ke apartemen tersebut. (fjr)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*