BANDUNG – Rancangan Peraturan Pemerintah tentang upah minimum dapat menganggu proses penetapan upah minimum kelayakan 2016 yang telah dilakukan di masing-masing daerah. Penetapan upah minimum tersebut dikabarkan masuk dalam kebijakan jilid IV yang fokus pada ketenagakerjaan.
Dalam draf RPP tersebut, upah minimum didasarkan pada inflasi dan produk domestik bruto dan tidak lagi mengacu pada hasil survey pasar Harga Kebutuhan Layak (KHL). Sementara proses penetapan UMK 2016 sedang berjalan.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Barat Hening mengungkapkan, saat ini proses penetapan UMK 2016 di Jabar sudah berlangsung. Survei KHL di 27 kota dan kabupaten untuk menetapkan UMK 2016 juga telah dilakukan. Jika RPP tentang pengupahan ditetapkan sebelum penetapan UMK 2016, maka proses penetapan UMK di daerah terancam mubazir.
Sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 3 Tahun 2003, penetapan UMK 2016 harus sudah ditetapkan 21 November 2015. Namun, penyampaian rekomendasi usulan UMK harus disampaikan di tingkat provinsi harus dilakukan 6 November 2015. Sementara draf UMK 2016 Jawa Barat harus selesai 14 November 2015.
“Proses di kota dan kabupaten sudah berjalan. Dewan pengupahan juga sudah berkeliling melakukan pembinaan, dan menjelaskan sistem penetapan pengupahan tersebut. Jika PP ditetapkan, akan sulit bagi kami di daerah, karena proses penetapan UMK yang sudah berjalan akan ditinjau kembali,” ujar Hening Widiatmoko baru-baru ini.
Hening menambahkan, jika RPP tersebut ditetapkan, tiap daerah mau tidak mau tetap harus menjalankan peraturan yang ada. Namun demikian, tidak seluruh peraturan bisa dilaksanakan. Ia pun berharap pemerintah pusat bisa segera memberikan gambaran terkait mekanisme penetapan UMK jika memang RPP ditetapkan sebelum penetapan UMK 2016. Hal itu dilakukan supaya tidak terjadi penafsiran yang berbeda terkait penetapan UMK itu sendiri.
“Pada prinsipnya, kami di daerah tidak dalam kapasitas menolak. Apa yang sudah menjadi keputusan pemerintah harus ditindaklanjuti. Sementara waktu sosialisasi PP pendek. Jangan sampai proses pengupahannya terlambat,” ucap Hening.
Lebih lanjut, ia berharap penetapan PP tentang pengupahan bisa dilakukan setelah penetapan UMK 2016. Pasalnya jika dilakukan sebelumnya, dikhawatirkan akan terjadi penafsiran PP yang tidak utuh. Akibatnya akan timbul gejolak dari serikat pekerja di masing-masing daerah.
“Jabar ini kan 2/3 daerahnya masuk dalam kawasan industri. Serikat kerjanya kritis. Kita sama-sama menjaga saja, agar proses yang sudah berjalan tidak mubazir atau mentah,” kata Hening. (red/pro)