ORANG besar pasti datang dari kalangan kecil. Seperti Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi. Siapa sangka, orang nomor satu di Pemkab Purwakarta dan sudah dua periode memimpin kabupaten tersebut, semasa kanak-kanak hingga menjelang dewasa, hidupnya dalam keprihatinan. Selain mengembalakan ternak, menyambit rumput dan mengumpulkan kayu bakar, Dedi kecil juga kerap bekerja sambilan, untuk membantu orang tuanya. Saking prihatinnya, si empunya Digjaya Purwakarta ini pernah tidak makan selama tiga hari tiga malam.
“Saya dilahirkan dari keluarga sederhana di Kampung Sukadaya, Desa Sukasari, Kabupaten Subang. Ayah saya adalah seorang pensiunan Tentara Prajurit Kader yang dipensiunkan muda pada usia 28 tahun akibat sakit yang diderita sebagai dampak racun mata-mata kolonial, sementara ibu saya, yang tidak bersekolah, pada waktu mudanya merupakan aktivis Palang Merah Indonesia,” ujar Dedi.
Pria kelahiran 11 April 1971, yang merupakan bungsu dari 9 bersaudara, buah pasangan Sahlin Ahmad Suryana dan Karsiti ini, menuturkan, kalau masa kanak-kanaknya dihabiskan dengan menggembala ternak, menyabit rumput dan mengumpukan kayu bakar yang bertahan dari sejak SD sampai tamat SMA.
Meski demikian, Dedi tak lantas keteteran dengan pendidikan formalnya. Dedi memiliki semangat untuk terus sekolah. Meski keadaan perekonomian keluarga seperti itu, namun cita-citanya untuk mendapatkan pendidikan yang tinggi begitu kuat.
“Saya pernah tidak naik kelas pada saat duduk di kelas 1 SD. Tapi, selama menjadi siswa SD, saya selalu menjadi ketua kelas dan mendapat ranking pertama pada setiap tahunnya,” lanjut Dedi.
Konon, Dedi dilahirkan dengan sulit oleh ibunya. Proses kelahirannya butuh waktuu 3 hari 3 malam, hingga persalinan baru bisa selesai dengan bantuan seorang bidan. “Di masa kecil, saya senang sekali bermain perang-perangan dan setiap kali bermain, saya selalu mengambil peran sebagai komandan dengan pangkat Kolonel. Sementara teman-teman sebaya diberi pangkat kopral,” tambahnya.
Jenjang pendidikan SMP Dedi masih tetap melaluinya dengan keprihatinan. Untuk mencapai sekolah saja, jarak yang harus ditempuh setiap hari lebih kurang 20 KM, itu pun ditempuh dengan menggunakan sepeda, dengan kondisi yang alakadarnya. Mulai dari sepeda yang dibeli dari hasil jerih payah sendiri seharga Rp3.500 hingga sepeda yang berharga Rp 120.000. “Itu dari hasil penjualan kambing yang saya pelihara,” katanya.
Postur tubuh yang kecil, mengakibatkan Dedi Mulyadi dijuluki si Unyil. Namun tidak menjadi hambatan untuk dikenal karena kemampuannya dalam berpidato, berdakwah dan membaca puisi, serta selalu menjadi juara dalam bidang puisi, dakwah dan pidato.
“Masa SMA, masih saya lewati dengan keprihatinan. Bersekolah sambil menjadi tukang juru photo, berjualan layang-layang, menjadi penarik ojek, segala hal yang bisa menghasilkan uang saya lakukan, seperti berjualan es dan agar-agar,” ucapnya.
Setamat SMA, Dedi daftar seleksi AKABRI dan Secaba TNI AD. Tapi dia gagal masuk. “Kemudian saya pindah ke Purwakarta dan tinggal bersama kakak yang hidupnya sangat pas-pasan. Kami tinggal di rumah kontrakan yang hampir roboh. Selama 3 tahun saya tidak mengenal kasur, karena saya harus tidur dengan hanya beralaskan lantai,” ujar Dedi.
Selepas SMA itu, Dedi Mulyadi melanjutkan jenjang pendidikanya dengan kuliah di STH Purnawarman Purwakarta, sambil berjualan makanan di kantin SMEA Purnawarman. Selain itu, Dedi juga aktif sebagai Ketua HMI Cabang Purwakarta. “Berbagai peristiwa pedih saya alami, sampai saya pernah tidak makan selama tiga hari karena tidak punya uang untuk membeli nasi, karena uangnya habis untuk operasional kegiatan organisasi,” katanya.
Untuk menyelesaikan kuliah dan menyusun skripsi, Dedi melakukan penelitian, sambil kerja sebagai tenaga kontrak di PT. Indho Bharat Rayon, dengan upah yang hanya Rp 200 ribu. Kemudian dia berhenti dan bekerja menjadi tenaga administrasi di PT. Binawan Praduta. “Berhenti dari situ saya berjualan beras ke kantin dan pabrik-pabrik yang ada di Kabupaten Purwakarta,” terangnya.
Pada Tahun 1999, bintang terang mulai menyinarinya. Dedi menjadi anggota DPRD Kabupaten Purwakarta dan menjabat sebagai Ketua Komisi E. Di lembaga legislatif itu, Dedi Mulyadi makin dikenal luas, terutama oleh kalangan birokrat, politisi, kalangan muda serta mahasiswa. Pasalnya, dia sangat vokal, kritis dan mempunyai kemampuan argumentasi tinggi.
“Selama jadi anggota dewan, saya kerap masuk kerja pukul 06.00 pagi dan pulang pukul 18.00 sore,” katanya.
Pada Tahun 2003 nasib baik mengantarkannya menjadi Wakil Bupati Purwakarta, mendampingi Bupati Purwakarta saat itu, Lily Hambali Hasan. Dan pada Tahun 2008, melalui mekanisme Pilkada langsung, Dedi Mulyadi dipercaya oleh rakyat Purwakarta menjadi Bupati Purwakarta periode 2008-2013. (bayu hidayah)
maju terus purwakarta. maju terus jabarpublisher.com maju terus jawa barat
bravo!!