BANDUNG – FPI menolak meminta maaf atas ucapan Rizieq Shihab atau yang dikenal dengan nama Habib Rizieq mengenai “Sampurasun” yang menjadi “Campur Racun”. FPI beralasan, dalam hal tersebut tidak ada salah.
Ketua FPI Jabar Abdul Qobar, mengatakan, tidak ada yang salah dengan ucapan “Campur Racun” itu. “Permintaan maaf ke sebelah mana? Kalau minta maaf kan harus ada kesalahan. Ini hanya miskomunikasi,” jelas Qohar, Kamis (26/11/2015).
Diapun menyayangkan pada pihak-pihak yang melakukan pelaporan atau menuntut minta maaf. “Ini tidak mengcross-check kepada kami. Jadi terlalu tergesa-gesa menanggapi kabar dan mendorong meminta maaf,” urai dia.
Dikatakan dia, dalam ceramahnya itu, tidak ada maksud Habib Rizieq menghina budaya Sunda. Rekaman yang beredar di YouTube juga sudah diedit. Total ada 2 jam rekaman ceramah dalam tabligh akbar.
“FPI didirikan pada tahun ’98, dan salah satu pendirinya Habib Rizieq dengan berlandaskan ahlusunnah wal jamaah,” terang Qohar.
Karena itu, kata Qohar, pihaknya memberikan klarifikasi, bahwa dalam konsep ahlu sunnah selama budaya tidak bertabrakan dengan akidah bisa ditolerir. “Adat istiadat masuk kaidah fiqih. Adat dapat menjadi pijakan hukum dalam menentukan putusan asalkan tidak menabrak syariat dan menimbulkan kerusakan. Oleh karena itu, sudah barang tentu tidak mungkin Habib Rizieq melecehkan adat sunda atau adat yang lainnya, selama tidak bertabrakan dengan syariat,” tambahnya lagi.
Sementara mengenai ceramah pada 13 November lalu d Purwakarta, menurutnya ada yang diedit. “Ada yang berdurasi 43 detik ada yang 1 menit. Total ceramah tidak kurang dari 2 jam, menampilkan potongan singkat sampurasun jadi campur racun. Sebetulnya campur racun di sana bukan maksudnya melecehkan sapaan sunda yang terhormat,” urai dia.
Qohar menyampaikan, di dalam statemen sebelum ucapan campur racun ada penjelasan bahwa sesuai syariat Islam, assalamualaikum tidak boleh digantikan dengan apapun sebagai sapaan salam umat Islam. “Jadi tidak boleh ada yang menggeser assalamualaikum. Kalau menggeser assalamualaikum akan menjadi campur racun yang meracuni umat Islam. Ucapan campur racun itu yang dipelesetkan untuk mengadudomba umat,” urai dia.
Acara ceramah di Purwakarta sendiri merupakan undangan dari masyarakat dan tokoh ulama di sana yang melihat ada sesuatu tindakan di mana adat sudah menabrak akidah. “Sekarang kami kerja keras ini menjelaskan ke berbagai pihak, instansi, tokoh masyarakat mengenai sampurasun ini,” tutup dia. (dtc/bay)