CIANJUR – Untuk kesekian kalinya, di negeri ini, wartawan yang tengah melakukan tugas jurnalistiknya menjadi korban kekerasan yang dilakukan oknum aparat kepolisian. Yang terbaru menjadi korban, adalah Guruh Permadi (32), wartawan Harian Pelita yang bertugas di Kabupaten Cianjur. Dia menjadi korban kekerasan oknum polisi saat meliput demo Pilkada berujung bentrok di halaman kantor Pemkab Cianjur, Senin (4/1/2016).
Lantas, bagaimana institusi kepolisian menyikapi masalah ini? Buntut dari kejadian tersebut, Propam Polres Cianjur dan Polda Jabar melakukan penyelidikan terhadap sejumlah anggota Unit Sabhara Polres Cianjur.
“Semua kan ada sistemnya, ada Propam ada inspektorat. Sistem akan bekerja kok. Pasti kalau terbukti akan di tindak,” kata Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Polisi Sulistyo Pudjo Hartono, Senin (4/1).
Kondisi saat itu sangat anarkis dan unjuk rasa yang dilakukan oleh massa pendukung nomor 3 dalam Pilkada Cianjur sempat berlangsung ricuh. Gesekan fisik antara pengunjuk rasa dan polisi pun tak terhindarkan.
“Karena ada emosi di situ. Baik dari polisi atau pihak yang di bubarkan kadang lempar bambu. Pernah ada yang kena bambu. Wartawan dan polisi kena panah, kena wayer dan lain-lain,” ujar Pudjo.
Pudjo menyarankan kepada awak media yang meliput unjuk rasa ketika ada bentrok diharapkan jangan berada ditengah-tengah. “Nanti kami rilis berapa korban benturan dari Geram dan berapa dari polisi. Saya mau lihat di rekaman Polres Cianjur dan Brimob mengapa bisa begitu,” katanya. (bay)