JAKARTA – Kabar tak sedap kembali muncul dari gedung DPR RI. Sejumlah anggota wakil rakyat di Senayan itu, dikabarkan merampok uang rakyat yang nilainya sangat fantastis, hampir Rp 1 triliun. Modusnya, melalui laporan penggunaan dana kunjungan kerja para anggota DPR. Padahal, laporan itu fiktif. Totalnya, Rp 945.465.000.000 dan itu merupakan potensi kerugian negara.
Aksi kejahatan perampok berdasi di Senayan itu mencuat dari sebuah surat yang dilayangkan Sekretaris Fraksi PDIP DPR Bambang Wuryanto. Dalam surat itu terungkap, adanya temuan dari audit BPK terkait laporan penggunaan dana kunjungan kerja para anggota DPR yang meragukan. Totalnya cukup fantastis Rp 945.465.000.000 potensi kerugian negara.
Nyaris Rp 1 triliun uang rakyat tak bisa dipertanggungjawabkan penggunaannya oleh para wakil mereka di Senayan. Sejumlah fraksi pun ramai-ramai membantah dan menegaskan anggota mereka mempertanggungjawabkan pemakaian dana kunjungan kerja.
Wakil Ketua Fraksi PDIP DPR Hendrawan Supratikno yang dikonfirmasi wartawan, membenarkan ada surat tersebut. Menurut Hendrawan, sebelumnya BPK telah melakukan audit dan uji sampling.
“Ternyata ada laporan yang tidak memenuhi persyaratan. Pelaporan yang tak memenuhi syarat ini artinya susah diverifikasi, apakah memang kegiatan yang dilakukan anggota dewan itu bisa dibuktikan atau tidak gitu loh,” kata Hendrawan saat dihubungi, Kamis (12/5).
Hendrawan menduga, kemungkinan besar ada foto-foto dan staf yang sama digunakan untuk memenuhi laporan keuangan. Hal ini yang bagi BPK akuntabilitasnya tidak memadai.
“Itu bukan untuk PDIP, seluruh fraksi. PDIP dalam rapat Jumat terakhir sebelum reses, membuat format laporan untuk dipenuhi seluruh anggota fraksi. Kemarin (10 Mei) diingatkan kembali oleh sekretaris fraksi Bambang Wuryanto, supaya dalam satu tahun terakhir, semua akan disusun ulang,” tuturnya.
Meski begitu, Hendrawan memastikan tak ada anggota fraksinya yang melakukan manipulasi tersebut. Namun dia juga tidak membantah jika selama ini anggota dewan kebanyakan mempercayakan kegiatannya pada tenaga ahli.
“Jadi artinya, aktivitas anggota dewan itu menurut audit BPK, tidak bisa dipertanggungjawabkan lah secara keuangan,” ungkapnya.
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar Aziz yang dikonfirmasi terpisah mengakui adanya audit terhadap laporan keuangan Kunjungan Kerja (Kunker) DPR. Namun Harry tidak tahu persis berapa angka kerugian negara yang timbul dari hasil audit terhadap kunker fiktif.
“Itu bagian dari audit lembaga DPR, keuangan DPR juga kita audit. Tapi jumlahnya saya belum tahu,” kata Harry saat dihubungi, Kamis (12/5).
Harry juga menegaskan bahwa pihaknya melakukan audit dalam semua aspek, termasuk dalam hal Kunker anggota DPR. Namun audit yang sudah ada hanya dilakukan untuk periode tahun anggaran 2015 kemarin.
“Yang kita audit dari 1 Januari sampai 31 Desember 2015,” tuturnya.
Hasil audit itu sudah dilaporkan dan tertuang dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2015 BPK atas 666 objek pemeriksaan pada pemerintah pusat, pemerintah daerah dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), serta Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan badan lainnya.
Terkait temuan ini, Ketua Fraksi PKS DPR Jazuli Juwaini buru-buru membantah dan yakin anggotanya tidak terlibat kunker fiktif. Jazuli mengaku telah menyisir catatan atau laporan Kunker anggota Fraksi PKS. “Terkait dugaan kunker fiktif yang ditemukan BPK saya sudah cek tidak ada laporan atau catatan terkait Anggota F-PKS. Jadi F-PKS clear,” kata Jazuli dalam keterangan tertulisnya, Kamis (12/5).
“Saya sebagai Ketua Fraksi telah memberikan arahan agar seluruh anggota FPKS selalu disiplin dalam membuat laporan kunker reses paling lambat satu pekan setelah masuk masa sidang (harus sudah terkumpul) dan diserahkan pada pihak terkait,” ungkapnya.
Demikian juga dengan Sekretaris Fraksi Hanura Dadang Rusdiana yang menyatakan pihaknya akan mengklarifikasi langsung kepada anggotanya. “Tentu kita akan cek, mana anggota yang perlu melengkapi laporan kegiatan. Saya yakin kegiatan itu pasti ada kalau melihat intensitas kegiatan para anggota DPR, tetapi rata-rata di pelaporan banyak sekali yang lemah,” kata Dadang saat dihubungi, Kamis (12/5).
Dia juga menegaskan akan menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK tersebut. “Ya kita tentu akan menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK dengan membuat surat lanjutan kepada anggota,” ungkapnya.
Hal yang sama juga disampaikan Wakil Ketua Fraksi NasDem Johnny G Platte. “(kami) Akan mengambil kebijakan strategis terkait hal tersebut termasuk langkah perbaikan kunjungan kerja anggota pada waktu yang akan datang termasuk reses anggota,” kata Johnny, seperti dilansir merdeka.com, Kamis (12/5).
Menurutnya, selama ini laporan anggota fraksinya sudah sesuai prosedur dan selalu disampaikan ke Sekjen DPR dan ke pimpinan fraksi. “Laporan disertai daftar hadir masyarakat, foto kegiatan dan substansi dialog dan aspirasi masyarakat. Juga disertai dengan copy berita koran dan media online yang ada di daerah atau yang diberitakan media nasional baik cetak maupun elektronik. Ada juga yang memasukkan upload di youtube,” bebernya.
Terkait hal ini, Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yenny Sucipto mendorong KPK untuk menindaklanjuti hasil temuan BPK ini dibawa ke proses hukum. Selain itu, mendorong agar Fraksi menghukum anggotanya yang tidak melaporkan hasil kunker berupa laporan keuangan dan program.
Menurut Yenny, Beberapa modus di antaranya adalah banyaknya anggota DPR yang tidak melaporkan hasil kunjungan kerja baik laporan keuangan maupun laporan kegiatan. Maka dari itu harusnya alur pertanggungjawaban anggota dengan melaporkan kepada Sekjen DPR dan kemudian dilakukan audit.
“Anggota DPR tidak berkomitmen dalam laporan Kunker, sehingga menguatkan bahwa Kunker hanya plesiran semata. Ini pemborosan anggaran,” kata Yenny dalam keterangan tertulisnya, Kamis (12/5).
Selain itu Yenny menilai ada kelemahan internal DPR dalam transparansi dan akuntabilitas yaitu seharusnya Sekjen memaksa anggota, melalui Fraksi atau Komisi untuk melaporkan. Kelemahan ini juga tanggung jawab Sekjen DPR.
“Fraksi secara politik juga kurang berkomitmen mendorong akuntabilitas politik di DPR, seharusnya ini bentuk menjaga lembaga DPR yang kepercayaannya terus tergerus di mata masyarakat,” tuturnya.
“Metode keuangan Kunker berupa lumsum juga harus dirubah karena ini menguntungkan anggota DPR dan model ini tidak akuntabel. Moratorium dan reformasi anggaran di DPR menjadi kebutuhan yang mendesak,” pungkasnya. (mdc/bay)