Home » Bekasi » Organisasi Tenaga Honorer Kabupaten Bekasi, Ngadu ke DPRD

Organisasi Tenaga Honorer Kabupaten Bekasi, Ngadu ke DPRD

Organisasi Tenaga Honorer Kabupaten Bekasi, Ngadu ke DPRD

BEKASI – Ribuan pegawai honorer di Kabupaten Bekasi yang tergabung dalam FHK2I (Forum Honorer Kategori 2 Indonesia), Ikatan Perawat Honorer Indonesia (IPHI), Ikatan Bidan Honorer Indonesia (IBHI) dan sejumlah sukarelawan (sukwan) kesehatan perwakilan dari 21 Puskesmas di Kabupaten Bekasi mendatangi gedung DPRD, Kamis (20/07) kemarin.

Kedatangan perwakilan puluhan pegawai honorer itu diterima dengan baik oleh Ketua DPRD Kabupaten Bekasi, Sunandar serta anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Bekasi, yakni Jamil, Dede Iswadi dan Nyumarno.

“Kehadiran kami adalah untuk mengadukan perihal kejelasan status kami sebagai tenaga honorer yang tidak terdaftar di Pemkab Bekasi dan minimnya penghasilan yang kami terima setiap bulannya,” kata Ketua IPHI Kabupaten Bekasi, Heri Gunawan.

Heri mengatakan, dalam satu bulan penghasilan yang diterimanya berkisar antara Rp 500 ribu – Rp 600 ribu. “Angka itu merupakan kalkulasi dari transport yang kami terima setiap hari sebesar Rp 20 ribu. Kalau kami tidak masuk, maka angkanya tentu akan berkurang,” bebernya.

Hal senada dikatakan Ketua IBHI (Ikatan Bidan Honorer Indonesia) Kabupaten Bekasi, Yayu Rusmiati, selain menyampaikan keluhan tentang status dan penghasilan yang diterima, pihaknya pun menyayangkan tidak adanya perhatian yang diberikan pemerintah daerah dalam hal pemberian Jastek (Jasa Tenaga Kerja).

“Kalau guru honorer itu kan dapet (Jastek), tetapi kita nggak. Padahal, dari Kepala Puskesmas itu sudah mengajukan ke Dinas Kesehatan, tetapi memang dari Dinas Kesehatan dan dari BKD tidak ada, sehingga kami memang tidak mendapat perhatian, termasuk perihal Jaminan Kesehatan,” imbuh Yayu.

Menanggapi aduan tersebut, Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Bekasi, Nyumarno mengatakan, kendala tentang kejelasan status para tenaga honorer tersebut disebabkan tidak terdatanya mereka di Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Daerah Kabupaten Bekasi.

“Karena mereka (tenaga honorer-red) dulunya diangkat bukan berdasarkan aturan, melainkan berdasarkan kebutuhan Puskesmas, RSUD atau kebutuhan Sekolah. Contoh, misalkan di RSUD, Sekolah, atau Puskemas butuh tenaga kerja, Kepala Puskesmas, Dirut RSUD, atau Kepala Sekolah yang merekrutnya, sehingga dimungkinkan tidak terdata dengan baik di BKPPD, karena bukan BKPPD yang merekrut ataupun mengangkat mereka,” jelas Nyumarno.

Namun sayangnya, kata Nyumarno, rekan-rekan ini belum memilik data yang valid tentang jumlah anggotanya. “Sehingga kami Komisi IV DPRD Kabupaten meminta agar mereka melakukan pendataan dengan akurat jumlah dan masa kerja tenaga honorer yang tersebar di seluruh Puskesmas, Sekolah atau di RSUD Kabupaten Bekasi, sekaligus melengkapi kronologis dan tuntutan mereka disertai dengan dasar-dasar hukumnya,” katanya.

Setelah itu semua terpenuhi, lanjutnya, maka Komisi IV DPRD Kabupaten Bekasi tentunya akan memperjuangkan agar mereka mendapatkan pengakuan dari Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi. “Minimal, misalnya tercatat sebagai Tenaga Honorer di Kabupaten Bekasi dan status hubungan kerjanya seperti apa nanti akan dibahas atau dikaji di rapat lanjutan,” ucapnya.

Adapun persoalan penghasilan, mereka rekan-rekan honorer tenaga kesehatan meminta Komisi IV DPRD Kabupaten Bekasi agar mendorong adanya Peraturan Bupati tentang Satuan Harga Minimum kaitan gaji/upah rekan-rekan Tenaga Kesehatan. “Sampai saat ini khususnya tenaga kesehatan, dalam Perbup Satuan Harga Mininum untuk tenaga fungsional bidang kesehatan itu belum diatur. Maka, kedepan harus diperjuangkan agar ada di Satuan Harga Minimum yang harus dikaji secara konperhensip oleh Bagian Administrasi Pembangunan, Bagian Hukum dan SKPD terkait,” jelasnya.

Jangan sampai kinerja dan pengabdian mereka terhadap masyarakat, tidak dihargai secara proporsional. Harus ada standar minimumnya untuk Honorer, THL, atau Sukwan di Kabupaten Bekasi, jangan beda-beda tanpa dasar besarannya, boleh dibedakan jika kaitan resiko ataupun beban kerjanya.

Untuk rekan-rekan Honorer K-2, Sanim selaku perwakilan juga menyampaikan, ribuan Honorer Kategori 2, selain tuntutan jangka panjang menjadi PNS melalui Revisi UU ASN, dirinya berharap agar Jastek dapat dinaikkan menjadi sebesar Rp1,8 juta rupiah. Dan berharap tetap dibayarkan saat hari libur, jangan tidak dibayar saat hari libur. “Jadi tolong Jastek diberlakukan seperti pemberlakuan upah buruh, mereka terima UMK tiap bulan itu flat bulanan, tidak ada potongan hari libur,” pinta Sanim.

Selanjutnya kedepan, Komisi IV DPRD Kabupaten Bekasi menunggu aduan dari mereka secara tertulis dan akan segera menindaklanjutinya dengan melakukan Rapat Internal Komisi atau rapat gabungan dengan Komisi I DPRD Kabupaten Bekasi, BPPKD, Bagian Administrasi Pembangunan, dan SKPD terkait untuk membahas persoalan tersebut.

“Untuk Jaminan Kesehatan, kami akan mengusulkan dan mendaftarkan rekan-rekan agar mereka menjadi Penerima Bantuan Iuran (PBI) KIS APBD dan menurut kami tidak melanggar aturan karena jika melihat penghasilan yang mereka terima jauh dari UMK sehingga mereka patut mendapatkan hak kesehatan yang diamanatkan undang-undang,” pungkas Nyurmano. (fjr)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*