CIREBON – Carut marut pengelolaan manajemen RSUD Waled, Kabupaten Cirebon yang membuahkan temuan BPK RI hingga indikasi korupsi, kembali disikapi DPRD Kabupaten Cirebon.
Ditemui JP dan sejumlah wartawan, Ketua DPRD H. Mustofa, Kamis (13/9/2019) menyebutkan, bahwa opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari BPK RI bukanlah indikator tidak adanya temuan yang ditindaklanjuti.
“Tidak ada jaminan bahwa WTP itu berarti tidak ada temuan yang ditindaklanjut, karena WTP itu kepatuhan dalam format pelaporan saja,” ujarnya. Jimus begitu Ia akrab disapa menjelaskan, terkait proses hukum yang kini ditangani aparat penegak hukum, khususnya dugaan korupsi alkes, obat-obatan dan BPJS yang kini ditangani Polres Cirebon, menurutnya bukan ranah DPRD. Kendati demikian, hal itu tetap menjadi acuan untuk memperkuat peran pengawasan (controling) dari lembaga legislatif yang dipimpinnya itu.
“Soal proses hukum ini di luar ranah kita. Itu bisa saja diawali karena adanya pelaporan. Jadi ya proporsional saja. Namun informasi adanya proses hukum ini menjadi dasar kita untuk melakukan pengawasan dan berkoordinasi dengan komisi terkait,” tegasnya.
Ia juga memaparkan adanya perbedaan struktur BLUD di dua RS, yakni Waled dan Arjawinangun. Untuk diketahui, RS Waled masih mengacu pada Perda, sedangkan RS Arjawinangun mengacu pada Perpes. “Perbedaan dua manajemen ini berpengaruh pada dasar pengelolaan. Jadi perlu ada kajian-kajian supaya penerapan BLUD ini sama, karena bisa menyebabkan interpetasi yang keliru sehingga ada anggapan menjadi temuan,” terang Ketua DPRD.
Di akhir wawancara, Jimus kembali menegaskan akan menindaklanjuti sejumlah permasalahan di RSUD Waled dengan melakukan pengawasan bersama komisi terkait. “Dari informasi yang jadi temuan itu, fungsi pengawasan akan kita tindaklanjuti, apalagi saat ini masuk tahapan pembahasan APBD perubahan dan menjelang APBD 2019,” pungkasnya.
Untuk diketahui, pada akhir tahun 2016, Polres Cirebon tengah menangani kasus dugaan korupsi BPJS (rekening gendut). Hingga kini masih belum ada progres apakah statusnya masih penyelidikan atau sudah naik ke tahap penyidikan. Dalam hal ini Polres Cirebon juga sudah memanggil beberepa pejabat terkait termasuk Bendahara RSUD Waled.
Tahun 2017, pembangunan Gedung IGD RSUD Waled sebesar 4,6 Miliar juga disebut-sebut menjadi temuan BPK RI, sehingga pengoperasiannya molor dari target, yakni pada awal tahun 2018. Untuk diketahui, gedung baru itu hingga saat ini tidak difungsikan untuk IGD, melainkan untuk ruangan sementara karena RSUD Waled sedang melakukan pengembangan gedung dari 2 lantai menjadi 4 lantai.
Di tahun 2018, pengadaan server billing sistem yang harganya mencapai Rp 900 juta lebih diduga sarat pelanggaran, juga mencuat ke permukaan. Informasi terbaru yang diterima, server mahal tersebut kini tidak dioperasikan dan kembali menggunakan server lama. Saat masih dioperasikan pun, server baru itu seringkali kacau dan membuat pasien kesal saat melakukan pembayaran, karena muncul angka/harga yang tidak sesuai dengan yang seharusnya. Selanjutnya pengadaan grounding (anti petir) yang mencapai Rp 198 juta, disinyalir ada mark up harga. (jay)