CIREBON – Sejumlah masalah hukum kini tengah menerpa RSUD Waled, Kab Cirebon. Yang sedang berjalan, yakni penyelidikan kasus rekening gendut BPJS tahun 2016 oleh Polres Cirebon. Namun sudah 2 tahun berjalan, kasus itu nyaris tanpa progres (peningkatan status). Yang ada hanya pemanggilan-pemanggilan saja, salah satunya pemanggilan bendahara “abadi” RSUD tersebut. Sementara kasus rekening gendut berjalan, tersiar kabar bahwa penegak hukum juga tengah menyelidiki dugaan mark up server billing sistem dan pengadaan anti petir di RSUD Waled akhir tahun 2018 ini.

KUNKER – PJ Bupati Cirebon Dicky Saromi saat berkunjung ke RSUD Waled guna memantau progres pembangunan gedung, Sabtu (15/12/2018) siang.
Saat berita bergulir, para pihak terkait di RSUD Waled terkesan sulit dikonfirmasi, sebagaimana diungkapkan dalam berita. Padahal, redaksi sudah berupaya semaksimal mungkin menghubungi para pihak terkait di RSUD guna perimbangan berita. Baca: Harganya Rp 30 Juta, Pengadaan Server Bengkak Sampai Rp 900 Juta?
Waktu terus berjalan sampai akhirnya Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra ditangkap KPK melalui Oprasi Tangkap Tangan (OTT) Oktober 2018. Lalu dilantiklah Dicky Saromi (Kepala BPBD Jabar) sebagai PJ Bupati Cirebon.
Beberapa waktu usai dilantik, PJ Bupati Cirebon menggelar roashow kedinasan, termasuk mengunjungi RSUD Waled untuk mengecek pembangunan di sana. Usai kunjungan PJ Bupati ke RSUD Waled, di hari yang sama, wartawan JP akhirnya bisa mewawancarai Direktur RSUD Waled dr. H. Budi Setiawan Soenjaya di ruang kerjanya, Sabtu (15/12/2018). Ia mengatakan, terkait kasus rekening gendut BPJS, Direktur mengaku tak bisa menyikapinya karena saat itu Ia belum bertugas di RSUD Waled. “Kalau BPJS itu jaman dulu yah, bukan era saya,” ujar Budi.
Ditanya kaitan proyek server billing sistem, Ia mengaku bahwa pengadaan server yang kini tidak dipakai itu, sudah sesuai prosedur. “Nah itu, mereka (penegak hukum) juga ketawa, masa sih kita bisa dikadali sama anak SMA. Saya balikin lagi, karena kita kan ada pembukuannya, ada e-katalognya, harusnya tanya dulu dong, ngobrol dulu. Jadi soal server ini menurut saya, fitnah yang dholim. Rp 900 juta dari mana? Jadi kalau ada surat kaleng itu, tolonglah gak usah ditanggapi,” ungkapnya.
Budi menjelaskan, terkait pengadaan server, RSUD Waled juga berkoordinasi dengan Diskominfo Kab Cirebon sebagai stakeholder terkait. “(Server), Bukan kita yang tentukan. Kita koordinasi dengan Diskominfo, karena saya gak ngerti. Akhirnya kan Pak Asep keluar, padahal kan perlu, kami sangat merasa terbantu, karena apa, dia banyak link nya untuk mendapatkan proyek-proyek pembangunan ini,” terang Direktur RSUD asal Bandung itu.
Terkait penyelidikan aparat penegak hukum, Ia mengakui hal itu cukup mengganggu institusi yang dipimpinnya tersebut. “Saya jadi merasa terganggu, kegiatan jadi terpecah. Anak buah saya tidak nyaman, karena pemanggilan,” keluhnya.
Sementara soal anti petir yang dikabarkan menghabiskan anggaran Rp 198 juta, Budi memaparkan, bahwa yang membuat mahal adalah ongkos pemasangannya. “Anti petirnya murah, buat ongkos masangnya yang mahal. Masa sih orang IT nya gak kita bayar,” jawabnya.
Dia akhir wawancara, Budi menjelaskan progres pembangunan dan rencana pengembangan RSUD Waled salah satunya pengembangan di bagian belakang RS. “Anggaran sudah cair, baru hari ini, dari Banprov (Bantuan Provinsi). Itu untuk pengembangan di belakang tahun 2019,” ujarnya.
Ia juga menginginkan yang mengerjakannya nanti adalah tangan-tangan profesional. “Saya ingin yang mengerjakannya nanti yang profesional, yang biasa bikin RS tingkat tinggi, yang sudah biasa bikin ICU, saya gak mau yang abal-abal, saya gak mau (kasus) RS Arjawinangun berulang. Sayang, biaya ratusan miliar cuma kaya gitu. Sedangkan kita, cuma 23 miliar bisa lanjut 4 lantai,” ulasnya.
Orang nomor satu di RSUD Waled ini juga meminta agar hal-hal yang sifatnya membuang waktu, seperti adanya surat kaleng, tidak usah ditanggapi. Bahkan, jika penelisikan kasus terus berlanjut, direktur juga mengultimatum akan resign pada Januari 2019 mendatang. “Kemarin saya sudah bilang, kalau ini dilanjutkan terus, saya Januari resign. ‘Loh kenapa dok?’ Ngapain, saya bekerja untuk masyarakat, kalau hasilnya seperti ini terus. Kalau ada surat kaleng, tolonglah gak usah ditanggapi. Banyak waktu yang terbuang sia-sia seperti ini. Saya ingin RSUD Waled bisa seperti RS Hasan Sadikin yang jadi RS rujukan kanker, rujukan mata, dan lainnya. Saya malu, kok kesannya di internalnya sendiri seperti ini,” pungkas Direktur RSUD Waled.
Sebagai informasi, menurut sumber terpercaya JP, server billing sistem yang menelan biaya mahal tersebut kini tidak dipakai. Sedangkan pihak pelaksana dalam hal ini CV Kronos yang dipimpin oleh Abdullah, menghilang tanpa jejak. Sumber juga menyebutkan bahwa kerjasama RSUD Waled dengan CV Kronos tanpa diikat kontrak. Begitu juga salah satu pejabat terkait yakni Asep Kurnia selaku Kabag Keuangan RSUD Waled, yang disebutkan sumber sebagai pencetus pengadaan server, kini sudah tidak lagi bertugas lagi di RSUD Waled. (adi/jp)