CIREBON – Para pemilik lahan tambak warga Desa Tawangsari, Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon, yang akan dialih fungsikan lahannya menjadi kawasan industri, mempertanyakan kepentingan kelompok yang mengatasnamakan warga yang tidak setuju rencana tersebut.
Sebaliknya, warga Losari lebih memilih lahan mereka untuk dijadikan kawasan industri karena memiliki nilai ekonomis yang lebih, dengan syarat tidak meninggalkan kearifan lokal.
Perwakilan pemilik lahan, Abdul Qodir, warga Desa Tawangsari mengatakan, adanya pemberitaan di media terkait pernyataan yang mengatasnamakan warga Losari membuat para pemilik lahan mempertanyakan maksud statemen yang dilontarkan kelompok yang mengatasnamakan “Keppal” itu. Menurutnya, mereka adalah bagian kecil dari masyarakat yang sebenarnya tidak memiliki lahan dan kemungkinan besar kurang mendapatkan sosialisasi terkait rencana perubahan dari zona pertanian ke zona industri. “Saya kira karena kurangnya sosialisasi dari para pengambil kebijakan kepada masyarakat yang transparan agar tidak muncul suudzon. Pada intinya, tidak semua wilayah akan dijadikan sebagai zona industri. Karena ada zona tambak, pertanian yang sudah dikaji Bapelitbangda,” katanya.
Masih dikatakan Qodir, sebagian besar warga diyakini sangat menyetujui dan mendukung rencana pemerintah yang menjadikan Losari sebagai kawasan industri. Terlebih saat ini para pemilik lahan tambak selalu mengalami kerugian dalam mengelola tambak dan semakin menumpuk hutang karena selalu merugi.
Dengan adanya rencana pembangunan kawasan industri ini, maka menjadi harapan bagi para pemilik lahan guna merubah kehidupan mereka. Meski yang namanya pro dan kontra pasti akan selalu ada,” terangnya.
Terkait persoalan harga tanah yang dibeli oleh pihak perusahaan yakni PT. King, menurut Qodir bahwa persoalan harga sebenarnya sudah lebih dari 100 persen dari NJOP. Diterangkannya jika harga tanah memang variatif sesuai urutan harga tanah tertinggi dari Desa Losari Lor, Ambulu, Kalisari, Kalirahayu dan Tawangsari. “Jika melihat dari NJOP senilai Rp 10.000 per meter dan sekarang dibeli perusahaan sebesar Rp 20.000 per meter menurutnya sudah tidak menjadi masalah. Harga tanah sudah melebihi NJOP bahkan hingga 100 persen lebih. Kalau sudah melebihi NJOP, saya kira tidak ada masalah,” ujar Qodir.
Ia menambahkan, para pemilik lahan khususnya sangat mendukung rencana pemerintah ketika akan menjadikan kawasan industri yang nantinya bermanfaat untuk rakyat banyak.
“Untuk rekrutmen tenaga kerja lokal masih terlalu jauh, sekarang konsentrasi pada pelepasan lahan dulu. Tetapi pihak perusahaan akan melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat lokal,” pungkasnya. (crd)