CIREBON – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Cirebon menyatakan merger (penggabungan) Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat (PD. BPR) mutlak harus dilakukan guna efisiensi dan menghadapi persaingan usaha. Sebagaimana diketahui, ada 19 PD. BPR di Kab Cirebon yang terdiri dari 12 PD. BPR dengan modal penyertaan milik Pemkab Cirebon dan 7 PD. BPR dengan modal milik Pemkab serta Pemprov Jabar.
Dalam wawancara khusus Jabar Publisher dengan Kepala Kantor OJK Cirebon Muhamad Lutfi, Kamis (21/3/2019), Ia mengungkapkan bahwa PD. BPR saat ini kondisinya tidak semuanya sehat. “Bisnis BPR ini begitu rumit pengawasannya. Tiap bulan OJK menilai kesehatan masing-masing BPR ini untuk melindungi dana masyarakat. Karena secara struktur keuangan modal usaha, modal pemilik (Pemkab) hanya 12%, sedangkan sisanya dana masyarakat. OJK mengukur kapasitas manajerial masing-masing direksi. Sejauh ini penilaiannya masih kapabel meski ada beberapa direksi yang tidak kapabel secara kemampuan. Untuk itu kita dorong agar BPR melakukan merger agar lebih efisien,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, peleburan 19 BPR menjadi 2 BPR sudah fix menggunakan nama PD. BPR Babakan dan PD. BPR Asjap alias Astanajapura. “Nama PD BPR Asjap dan Babakan sudah fix dipakai, karena sudah ada di Perda. Pelaksanaan merger ini juga mengacu pada aturan baru dimana penggunaan modal inti sebuah bank wajib memenuhi Rp 3 miliar dan pada 2024 harus mencapai 6 miliar,” terang Lutfi.
Dipertengahan wawancara, Ia juga mengucapkan terima kasih atas kontrol sosial yang dilakukan media dalam mengkritisi masalah BPR pra merger ini. “Saya juga mengucapkan terima kasih kepada media yang begitu peduli melakukan kontrol sosial. Itu artinya media peduli dengan keuangan daerah juga perusahaan dareah,” imbuhnya. Berkaitan dengan pengawasan yang dilakukan OJK, Lutfi menegaskan bahwa institusinya wajib melakukan pemeriksaan sekali dalam setahun. “OJK wajib melakukan pengawasan satu tahun sekali dengan melakukan pemeriksaan. Ada dewan pengawas (Dewas) sebagai kepanjangan tangan dari pemilik,” tandasnya.
Lutfi juga menyampaikan statmentnya terkait tidak adanya mutasi di jajaran direksi PD. BPR yang ada di Kab Cirebon selama puluhan tahun. Kata dia, khusus PD. BPR, ada faktor figur yang menentukan seseorang akan turut berinvestasi atau tidak. Kondisi unik yang sangat berbeda dengan perbankan lain pada umumnya. “Pertanyaannya kenapa gak pernah dirotasi? Kami pernah beberapa kali diskusi dengan direksi dan dewan pengawas, bahwa BPR ini memiliki operasional yang unik dengan mengutamakan figur seorang direksi. Jadi asal kenal si ibu itu, atau si bapak itu, saya mau (invest). Jadi dengan adanya rotasi dikhawatirkan akan bisa terjadi kehilangan pasar, akan terjadi penarikan deposito,” ujarnya.
Ia menegaskan, adanya rolling di jajaran Direksi, sejatinya menjadi kewenangan dewan pengawas di intern BPR sendiri. Namun dengan dalih figur tersebut, kontrol yang dilakukan oleh dewan pengawas ini tidak berjalan. “Sehingga, yang kita harapkan dari pengawasan internal dari dewan pengawas bisa melakukan kontrol (rolling-red), adanya ‘figur itu’ barang kali yang jadi pertimbangan dewan pengawas kenapa belum melakukan rolling. Makanya untuk mengatasi kondisi itu, sejak saya masuk di OJK Cirebon tahun 2015, saya terus dorong agar BPR ini efektif, efisien, dengan cara merger. Untuk menjawab pertanyaan itu (mutasi/rolling direksi) cara terbaiknya dengan dengan merger. Jadi tidak lagi banyak dirut, dirut dan dirut. Nanti semua jadi kepala cabang, hanya ada satu komandannya baik di Asjap maupun Babakan,” ulasnya.
Kaitan penggunaan nama PD. BPR, OJK menegaskan bahwa PD. BPR Babakan dan PD. BPR Asjap dianggap lebih mumpuni dibandingkan BPR-BPR lainnya. “Bukan tidak ada alasan atau kajian kenapa yang dipilih ini Babakan dan Asjap. Dua BPR yang ditunjuk sebagai kantor pusat ini merupakan BPR terbaik yang secara kesehatan perbankannya lebih mumpuni di banding BPR lainnya. Untuk merger ini dibutuhkan satu leader atau budaya kerja agar bisa mempengaruhi BPR yang dibawahnya. Misalnya di 12 PD. BPR selain Babakan, itu ada 2 atau 3 BPR yang kondisinya tidak bagus, ini harus disupport. Sekarang kalau misalnya kita pakai nama BPR Cirebon Barat/Timur, apa kata dunia BPR nya saja kondisnya begitu,” tandas Lutfi.
Sedangkan berkaitan tentang penyertaan modal dari pemerintah, sudah diatur melalui PBI (Peraturan Bank Indonesia) atau yang sekarang diatur dalam P.OJK. Dimana modal disetorkan oleh Pemda melalui pengajuan anggaran, persetujuan anggaran lewat DPRD, lalu modal disetorkan. “Modal selalu tercatat. Konsekwensi dari modal ini mucul deviden. Deviden inilah yang dikembalikan kepada pemilik,” ucapnya.
Sedangkan ditanya apakah ada kontribusi langsung dari laba PD. BPR untuk pembangunan di Kab Cirebon, seperti misalnya laba PNPM yang digunakan untuk membangun jembatan desa, perbaikan infrastruktur, pemberdayaan masyarakat dan lainnya, Ia menegaskan bahwa di BPR belum ada kontribusi semacam itu. “Kemampuan permodalan BPR untuk pemberdayaan, sejauh yang saya tahu itu, belum ada,” singkatnya.
Adapun kaitan adanya kongkalikong antara direksi/dewan pengawas PD. BPR yang merekrut kolega mereka untuk bersama-sama bekerja di PD. BPR, Kepala OJK Cirebon menjawabnya diplomatis. “Kami bekerja sesuai aturan dan ketentuan. Berkaitan masalah kolega, sepanjang orang ini pantas, briliant, kembali lagi pada ketentuan, bahwa OJK melaksanakan pengawasan itu based on ketentuan. Jadi sepanjang dia tidak proper, tidak fit, maka gak akan lewat. OJK itu independen, tapi bukannya tidak mungkin ada BPR yang seperti itu. Apalagi calon-calon direksi yang punya masalah sebelumnya,” pungkas M Lutfi mengakhiri wawancara.
Kantor Tim Teknis Merger PD BPR Tutup Saat Jam Kerja
Sementara itu, saat Jabar Publisher hendak mengkonfirmasikan masalah ini ke Kantor Tim Teknis Merger PD. BPR Kab Cirebon, di hari yang sama, Kamis (21/3/2019), tak ada satupun pihak terkait yang bisa ditemui. Kantor Tim Teknis Merger yang berada di area Kantor BKPSDM Kab Cirebon itu tampak sepi bak kuburan.
Tak ada identitas berupa papan nama, spanduk, atau atribut apapun yang menandakan kantor dengan cat coklat itu adalah bagian penting dari proses merger PD. BPR Kab Cirebon. “Bapak-bapak yang berkompeten di sini sedang ke Baturaden. Jadi gak ada siapa-siapa yang bisa ngasih statment. Senin pagi paling baru pada ngantor lagi,” ujar penjaga kantor itu sambil kembali menutup pintu kantor.
Begitu pula saat redaksi JP mencoba mengkonfirmasi Kepala Bagian (Kabag) Perekonomian Setda Pemkab Cirebon di Komplek Kantor Bupati Cirebon, yang bersangkutan tidak berada di kantor. “Pak Kabag lagi keluar, gak tahu jam berapa kembali ke kantornya,” ujar seorang pegawai berkerudung di ruang Kabag Perekonomian. (jay)