Home » Headline » Novel: 51 Pegawai KPK Diberhentikan 1 November, Diputuskan Hanya Dengan Ngobrol

Novel: 51 Pegawai KPK Diberhentikan 1 November, Diputuskan Hanya Dengan Ngobrol

JAKARTA – Nasib 75 pegawai KPK berada di ujung tanduk. Mereka dinyatakan tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sebagai syarat menjadi ASN.

Bahkan berdasarkan rapat KPK bersama BKN pada 25 Mei 2021, dinyatakan ada 51 pegawai yang dinilai sudah tidak bisa dibina. Mereka akan diberhentikan secara hormat pada 1 November 2021.

Sementara 24 pegawai lainnya disebut masih bisa dibina meski tak ada jaminan mereka akan menjadi ASN.

Dalam rapat itu, diduga disepakati oleh semua yang hadir. Yakni Kepala BKN Bima Haria Wibisana; Ketua LAN Adi Suryanto; Ketua KASN Agus Pramusinto; Menteri PAN RB Tjahjo Kumolo; Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly; dan lima pimpinan KPK.

Penyidik senior KPK Novel Baswedan turut berkomentar soal hal tersebut. Ia mengaku sudah mendapat informasi bahwa dirinya masuk dalam 51 pegawai KPK itu.

“Kalau pun dipecat, mestinya kan secara tidak hormat ya. Tapi gini, saya juga tadi mengetahui ada beberapa dokumen berhubungan dengan pemisahan. Ada 51, 24, dan lain-lain dari 75 itu ya. Ternyata proses itu hanya dilakukan dengan proses ngobrol antara pejabat dan tak ada dasar hukum yang jelas,” kata Novel di kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa (8/6/2021).

Para 51 pegawai KPK itu dinilai masuk kategori merah. Namun, kategori merah ini yang kemudian menjadi sorotan.

Sebab, alih-alih menyoroti soal kinerja, indikator dalam kategori ini diduga lebih menyasar pendapat personal. Seperti di antaranya menolak atau tidak setuju atas revisi UU KPK. Mereka, yang menyatakan ini langsung masuk dalam list merah. Lainnya, seperti tidak setuju dengan pencalonan Firli Bahuri sebagai Ketua KPK pada proses seleksi pimpinan 2019-2023.

Novel Baswedan pun mempertanyakan hasil TWK yang tidak diserahkan kepada masing-masing peserta tes. Ia pun mengaku tidak tahu penilaian atau tolok ukur penilaian karena hasil tes tidak dibagikan.

“Kami meminta hasilnya tak diberikan. Kami sampai sekarang enggak tahu punya tolok ukur aja, punya kualifikasi apa untuk mengatakan itu, semua enggak jelas. Dan pasti enggak ada dasar hukumnya. Bahkan kami sudah yakin bahwa asesornya setidak-tidaknya banyak yang tak bersertifikasi. Jadi ini masalah yang amat serius,” papar Novel.

Ia menegaskan bahwa proses asesmen harusnya dilakukan dengan profesional yakni transparan, akuntabel, dan jujur. Sedangkan TWK pegawai KPK dinilai tidak akuntabel.

“Mengapa? Mau dilihat dari mana? Ukurannya enggak jelas. Saya katakan tak jujur, karena fakta-fakta kami yakini banyak itu bohongnya. Jadi saya kira hal itu tak proporsional dan tak boleh dibiarkan,” pungkas dia. (dbs)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*