CIREBON – Nasib pilu menimpa keluarga Tubagus Farik Nahril (22 tahun), warga Desa Gebang Kulon, Kec Gebang, Kab Cirebon. Bagaimana tidak, Ia berangkat ke luar negeri guna mencari nafkah dan berharap kehidupan yang lebih baik, namun tak sampai setahun, Ia justru meninggal dunia di sana karena sakit.

Lebih parahnya lagi, korban diberangkatkan oleh sponsor sebagai Pekerja Migran Indonesia (PMI) secara ilegal, sehingga keluarga korban hingga kini tak mendapat asuransi. Tuntutan keluarga korban pun hingga kini belum bisa diwujudkan pihak sponsor, yakni berupa pengembalian uang pendaftaran sebesar Rp 60 juta-an, pengembalian dokumen serta barang-barang milik korban, selain itu keluarga korban juga menuntut adanya asuransi atas kematian anaknya yang meninggal pada April 2022. Namun masalah tersebut hingga Bulan September ini tak kunjung beres hingga akhirnya menjadi rahasia umum dan terekspose media. Selain Tubagus, ada juga Oman Azis warga Desa Pangkalan, Kec Plered yang juga berangkat secara ilegal dan kini kabarnya sudah ingin pulang ke Indonesia.
Ibu Korban: Saya Sakit Mas, Kehilangan Anak dan Duit!
Awalnya, Tim JP mendengar desas desus kabar tersebut pada akhir Agustus 2022. Lalu untuk memastikannya, Tim JP mendatangi rumah korban yang terletak tak jauh dari Kafe Panorama Gebang Kulon. Setelah Tim memperkenalkan diri, Mimih (Ibu Korban), langsung bercerita dengan berderai air mata.
“Sakit saya mas! Ya kehilangan nyawa (anak) ya kehilangan duit. Saya orang awam, gak bisa ngomong apa-apa lagi. Saya sakit mas,” ujarnya membuka pembicaraan. Ia juga merasa menyesal karena pihak agency (sponsor) tidak langsung memulangkan korban saat awal-awal anaknya mengeluh sakit perut.
“Saya sering video call dengan anak saya, waktu dia ngeluh sakit dan badannya makin kurus. Saya bilang ke anak saya, ‘Bagus cepetan minta pulang, bilang ke agency, bilang kalau bagus sudah gak kuat’. Tapi boro-boro (dipulangkan). Surat kematian saja gak ada, KTP anak saya juga gak ada. Saya harus bagaimana, harus mengadu ke siapa, sponsor cuma ngasih duit untuk tahlilan saja,” terang Mimih, Selasa (30/8/2022).
Ia juga bercerita bahwa untuk memberangkatkan anaknya dan mengumpulkan uang hingga Rp 60 juta tidaklah mudah. Sebelum anaknya berangkat, ibu korban juga tengah berada di luar negeri dan sedang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Qatar. Dan Ia terpaksa pulang ke tanah air karena kabar duka tersebut. “Kenapa ibu gak berangkat lagi,” tanya JP.
“Belum kuat saya mas, saya gak ikhlas. Minta pulang gak dipulangkan. Saya kasih biaya gede untuk dia berangkat. Saya juga jadi pembantu untuk biaya sekolah anak,” ujar ibu dua anak ini sambil terus menangis. Diakhir wawancara, Mimih menegaskan janji yang disampaikan pihak sponsor yakni akan mengembalikan biaya keberangkatan anaknya sebesar Rp 60 juta rupiah.
“Waktu itu sempat janji akan mengembalikan tapi sampai sekarang belum ada (pengembalian). Saya juga meminta barang-barang dan dokumen-dokumen anak saya dikembalikan, Tapi sampai sekarang malah menghilang, dan gak ada kabar kelanjutannya seperti apa,” pungkasnya.
Makrus LPK Al Amien: Siap Penuhi Tuntutan Keluarga Korban
Sementara itu, Makrus, selaku Ketua LPK Al-Amien Kalimaro yang juga berperan dalam memberangkatkan korban ke luar negeri menjelaskan kronologi singkat keberangkatan hingga meninggalnya korban saat dikonfirmasi langsung Jabar Publisher di kantornya, Rabu (31/8/2022).
Ia pun menegaskan akan bertanggungjawab dan mengabulkan tuntutan keluarga korban. Hanya saja, langkahnya terganjal oleh keterlibatan pihak lain yakni pihak PT (Agency) dari Cianjur yang bernama Pak Dede.
“Awalnya mau berangkat ke Korea, tapi gak lulus-lulus. Lalu ditanya kalau ke Turki atau Polandia bagaimana? Dia jawab mau, akhirnya Tubagus dibawa ke Cianjur dan kursus Bahasa Inggris serta medical check up nya pun disana,” katanya.
Mengapa korban tidak langsung dipulangkan saat mengeluh sakit, tanya JP. “Soal pemulangan, saya sudah ngomong ke Pak Dede agar dipulangkan, karena Pak Dede juga saat itu ada di Turki dan sempat bertemu ibu korban. Terus Pak Dede bilang nunggu Tubagus agak sembuh dulu, baru dipulangkan ke Indonesia. Akhirnya ibunya pulang duluan ke Indonesia baru mayat anaknya menyusul,” jelasnya.
JP juga bertanya apakah ada upaya pengobatan saat korban sakit di Turki? “Versinya pak Dede katanya saya pantau dan saya beli obat juga ke apotek,” ungkap Makrus mengutip perkataan Dede yang mengklaim telah melakukan upaya pengobatan saat mengeluh sakit.
JP juga mengkonfirmasi terkait tuntutan ibu korban (Mimih) yakni pengembalian uang pendaftaran sebesar Rp 60 juta dan asuransi. Dengan tegas Makrus menjawab bahwa tuntutan tersebut harus dipenuhi. “Harus (dikembalikan dan diurus asuransinya). Karena uang saya juga masih ada Rp 29 juta di Pak Dede. Cuma karena yang terdekat itu saya, dan mau minta tolong gak bisa ngomong, Pak Dedenya juga gak kooperatif, saya nya yang ke Cianjur,” terang LPK yang sudah belasan tahun berkiprah ini.
Kasat Reskrim: Tindak Tegas Pemberangkatan PMI Ilegal
Sementara itu, Kasat Reskrim Polresta Cirebon, Kompol Anton dalam wawancara khusus dengan jabarpublisher.com mengenai pemberangkatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal atau human trafficking ke sejumlah negara, pihaknya mengaku akan menindak tegas.

“Tanggapan kita sebagai penegak hukum, jika kita menemukan adanya perekturan atau pemberangkatan PMI yang ilegal atau tidak sesuai dengan ketentuan, kita dari Satreskirm Polresta Cirebon akan melakukan penyelidikan dan penyidikan,” ungkapnya, Selasa (30/8/2022). Kompol Anton kembali menegaskan agar pemberangkatan PMI ke luar negeri wajib sesuai aturan dan ketentuan. “Jika kita temukan adanya pelanggaran pidana kita akan melakukan penegakan hukum terkait perbuatan tersebut. Oleh karena itu, dalam setiap perekrutan PMI harus melaksanakan sesuai aturan,” imbaunya.
Kasat Reskrim menjelaskan para pihak yang terkait dengan dugaan perdagangan orang tersebut bisa diancam dengan UU tentang perlindungan PMI yakni Pasal 120 ayat 2 Undang-undang nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian, subsider pasal 81 undangan-undangan RI nomor 18 tahun 2017, Jo pasal 69, undangan-undangan nomor 18 tahun 2017, tentang perlindungan PMI.
“Sedangkan hukuman penjara diketahui paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun, dengan denda maksimal Rp 500 juta dan maksimal Rp 1,5 Miliar. Sedangkan denda pekerja migran Indonesia dengan denda hukuman paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 15 miliar,” pungkasnya.
Berdasarkan informasi dan pantauan langsung redaksi JP, kasus tersebut kini tengah ditangani Unit PPA Satreskrim Polresta Cirebon. Bahkan para pihak kini sudah dipanggil untuk dimintai keterangan dan klarifikasi, termasuk pihak LPK Al-Amien Kalimaro. (jay/crd)


Jabar Publisher Berita Jawa Barat, Berita Cirebon, Berita Tasikmalaya, Berita Karawang, Berita Bekasi, Berita Bandung