Home » Cirebon » Catut Nama BUMN, Insinyur BHW Tipu Pengusaha Cirebon Rp 18 Miliar

Catut Nama BUMN, Insinyur BHW Tipu Pengusaha Cirebon Rp 18 Miliar

Lusa Kasusnya Disidangkan, Korban Tuntut Keadilan

CIREBON – H. Oyo Sunaryo Budiman, seorang pengusaha asal Kota Cirebon kini tengah menuntut keadilan atas kasus penipuan yang merugikan dirinya hingga belasan bahkan puluhan miliar rupiah. Adapun pelaku penipuan yang kini sudah ditetapkan sebagai tersangka tersebut bernama BHW, yang tiada lain adalah temannya sendiri. Dalam konferensi pers yang digelar bersama Tim Kuasa Hukumnya di Kota Cirebon, Senin (5/12/2022), Haji Oyo begitu akrab disapa menjelaskan kronologi kasus ini bermula. 

SUASANA SAAT KONFERENSI PERS KASUS PENIPUAN BELASAN MILIAR RUPIAH. KORBAN BERNAMA H. OYO SEDANGKAN TERSANGKA YAKNI SEORANG INSINYUR BERINISIAL BHW.

Dugaan penipuan itu berupa pembiayaan proyek fiktif senilai puluhan miliar rupiah. Namun empat tahun berlalu sejak tahun 2018, dana pengembalian permodalan itu tak kunjung nyata, hingga kemudian, di tahun 2022 ini korban (H. Oyo) melaporkan BHW ke Mabes Polri. Kasus dugaan penipuan itupun kini mulai masuk persidangan, tepatnya pada Kamis 9 Desember 2022. Namun anehnya, sang pelaku yang sudah menjadi tersangka bahkan kini terdakwa, malah masih berada di luar tahanan. Ia dijerat Pasal 378 KUHPidana atau 372 KUHPidana, dan juga Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

H. Oyo Sunaryo Budiman, sebagai korban memaparkan kronologi dugaan penipuan itu, hingga dirinya menderita kerugian belasan miliar rupiah. “Berawal saat BH menghubungi saya melalui telepon, menawarkan proyek jalan, kerjasama dengan PT. Waskita Karya (BUMN bidang infrastruktur) yang lokasinya di Palembang, Sumatera Selatan, pada April 2018,” ungkap H. Oyo.

Saat itu, kata dia, BH mengatakan bahwa pejabat direktur cabang PT. Waskita Karya Palembang adalah menantunya, yang berinisial HNM. “Saat itu BH menjanjikan jika bekerja sama akan enak, setiap bulannya akan menerima keuntungan sebesar 6% yang nantinya dibagi dua dengan BHW, sehingga saya akan menerima keuntungan 3% ditambah keuntungan bunga bank 1,5% termasuk biaya provisi,” kata H. Oyo.

Kemudian, lanjut H. Oyo, dirinya menanyakan apakah ada kontrak dari proyek tersebut? “BH mengatakan kalau kontrak itu ada, dan nanti berkasnya akan dikirim ke Cirebon, ke kantor saya,” lanjut H. Oyo. Selang beberapa hari, kata H. Oyo, berkas kontrak itu dikirimkan ke kantornya. Dalam berkas itu, tertera nilai kontrak sebesar Rp30 miliar lebih. Dan selanjutnya BHW menghubunginya lagi via telepon, lalu menyampaikan terkait masalah permodalan untuk proyek tersebut yang nilainya antara Rp18 miliar sampai Rp25 miliar.

“Kemudian saya bilang, atas permasalahan permodalan tersebut akan dicoba meminjam ke BRI,” ucap H. Oyo. Setelah diajukan pinjaman ke BRI, kata H. Oyo, pihak bank tak bisa memberikan pinjaman modal sebesar Rp18 miliar sampai Rp25 miliar, karena nilai kontraknya Rp30 miliar lebih. “Saya kemudian menghubungi BH, bilang kalau pihak bank tak bisa memberikan pinjaman sebesar itu. Kalaupun bisa, nilai kontraknya harus Rp 60 miliar lebih,” kata H. Oyo.

Ketika dikatakan hal demikian, lanjut H. Oyo, BH kemudian bilang akan segera melakukan perubahan nilai kontrak, dan selang beberapa hari, dokumen kontrak yang baru kembali dikirimkan ke kantor H. Oyo, dengan nilai kontrak Rp60 miliar lebih.  “Lantas saya kembali ke BRI dan menyerahkan dokumen kontrak itu, hingga keluarlah pinjaman modal kerja sebesar Rp18 miliar sampai Rp25 miliar dengan peminjam atas nama PT. Karya Kita Putra Pertiwi, milik saya,” ujar H. Oyo.

Singkat cerita, pinjaman modal di-ACC BRI, sebesar Rp 18.346.000.000. Uang itu kemudian oleh H. Oyo diserahkan kepada BH. Namun sampai akhir pekerjaan selesai (seperti yang tertera pada dokumen kontrak) pada 30 November 2018, BHW tidak bisa melunasi pinjaman kepada BRI.

“Jangankan memberi keuntungan, untuk membayar pinjaman ke bank saja tidak dilakukan. Akhirnya pihak BRI melakukan konfirmasi ke pihak PT. Waskita Karya. Dan setelah ditelusuri, bahwa kontrak tersebut adalah dokumen bodong alias palsu, dan tidak ada arsip dokumen tersebut di PT. Waskita Karya,” kata H. Oyo. Hingga akhirnya, lanjut H. Oyo, dirinya yang harus melunasi utang tersebut, karena saat meminjam menggunakan atas nama perusahaannya.

“Sekarang utang itu sudah selesai. Saya bayar lunas dengan bunga yang terus berjalan. Bunganya saja, setiap bulan Rp200 juta. Dan hingga sekarang, tak ada niat baik dari BH. Bahkan beberapa mediasi dia abaikan. Janji akan melunasi, dia ingkari,” kata H. Oyo. 

Endus Kejanggalan, Tim Kuasa Hukum Desak Tersangka Ditahan

“Kasus ini sekarang sudah mulai masuk persidangan. Namun ada kejanggalan. Dimana saat ditangani Bareskrim Polri, yang bersangkutan ketika ditetapkan sebagai tersangka, kemudian ditahan dengan status titipan Rutan. Kemudian dari Bareskrim dilimpahkan ke Kejati Jabar, masih berstatus titipan tahanan di Rutan. Kemudian oleh Kejati Jabar dilimpahkan ke Kejari Kota Bandung, namun statusnya justru berubah menjadi tahana kota,” ujar Pengacara Korban (H. Oyo), Hetta Mahendrati Latumetan, SH, Spsi.

Keanehan lainnya, lanjut Hetta, dari pelimpahan ke Kejari Kota Bandung hingga ke pengadilan, begitu cepat yakni hanya berselang sehari saja. “Tanggal 28 dilimpahkan ke Kejari Kota Bandung dari Kejati Jabar, tanggal 29 nya sudah masuk ke PN Bandung berkasnya, dan siap disidangkan, dengan status tahanan kota,” lanjut Hetta. Harusnya, kata Hetta, BH (tersangka) menjadi tahanan rutan, karena kasus ini merupakan pidana murni, bukan perdata. Dan jika BH berada di luar tahanan, selain menimbulkan kejanggalan, juga dikhawatirkan akan menghilangkan barang bukti, bahkan beresiko melarikan diri.

“Kenapa masuk pidana murni? Karena di sini ada persekongkolan jahat, dan itikad tidak baik. Yang bersangkutan bahkan beberapa kali melakukan ingkar janji, bahkan mengesampingkan proses mediasi yang beberapa kali diberikan. Sampai empat tahun, yang bersangkutan tidak menunjukan itikad baiknya. Jadi tidak serta merta kami tiba-tiba melaporkan tanpa ada alasan atau upaya yang telah ditempuh,” lanjut Hetta.

Dalam konpers tersebut Hetta juga mendesak agar PN Bandung segera menahan tersangka. “Proses penahanan sudah menjadi kewenangan PN kota Bandung. Untuk itu pada sidang perdana, Kamis nanti, kami berharap agar tersangka ditahan. Tujuannya agar tersangka tidak melakukan upaya-upaya seperti halnya menghilangkan barang bukti, melarikan diri, menghilangkan aset dan tindak kejahatan lainnya,” ungkap Hetta.

Ia juga menegaskan bahwa permasalahan di Bank BRI sudah selesai. Namun demikian kliennya tetap harus menutup tunggakan lain yang digunakan untuk menutup utang di Bank BRI sebagai cikal bakal munculnya permasalahan ini.

Sekedar tambahan informasi, ulasan lengkap kasus dugaan penipuan sebesar belasan miliar Rupiah ini juga ditayangkan di channel YouTube JPnext TV, klik tautan atau gambar dibawah ini. (jay/crd/adi)

INILAH DOKUMEN YANG DIBUAT TERSANGKA DAN DIDUGA BODONG. TAMPAK NAMA “WASKITA KARYA” PADA KOP SURAT PERJANJIAN.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*