BANDUNG – Gubernur Jawa Barat terpilih, Dedi Mulyadi, telah meluncurkan serangkaian kebijakan progresif yang bertujuan untuk mereformasi sistem pendidikan di provinsi ini. Langkah-langkah tersebut tidak hanya meningkatkan kualitas pendidikan, tetapi juga menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya integritas dan transparansi dalam dunia pendidikan.
Salah satu kebijakan utama yang diperkenalkan adalah penghapusan dana Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sekolah yang sebelumnya menghabiskan anggaran sebesar Rp750 miliar. Dedi Mulyadi menilai bahwa dana tersebut dapat dialokasikan untuk kebutuhan lain yang lebih mendesak dalam meningkatkan kualitas pendidikan.
Selain itu, Dedi Mulyadi menegaskan bahwa sekolah tidak diperkenankan menahan ijazah siswa dengan alasan apapun, termasuk tunggakan biaya. Ia menekankan pentingnya memberikan hak pendidikan kepada setiap siswa tanpa hambatan administratif.
Dalam upaya meringankan beban finansial orang tua, Gubernur terpilih ini juga mengimbau agar sekolah tidak menjadikan institusi pendidikan sebagai ladang perdagangan. Ia menyoroti praktik penjualan buku dan kegiatan study tour yang seringkali membebani orang tua siswa. Dedi Mulyadi menegaskan bahwa fokus utama sekolah adalah memberikan pendidikan yang berkualitas tanpa memberatkan orang tua dengan biaya tambahan yang tidak perlu.
Lebih lanjut, Dedi Mulyadi menyoroti peran guru yang seharusnya lebih fokus pada proses belajar-mengajar. Ia menginstruksikan Dinas Pendidikan Jawa Barat untuk mengurangi penggunaan aplikasi administratif yang membebani guru, sehingga mereka dapat lebih konsentrasi dalam mendidik siswa.
Kebijakan-kebijakan ini telah memicu diskusi di kalangan masyarakat mengenai pentingnya menciptakan sistem pendidikan yang bersih, transparan, dan berfokus pada kepentingan siswa. Banyak pihak berharap bahwa langkah-langkah ini akan membawa perubahan positif dan signifikan dalam dunia pendidikan di Jawa Barat.
Dengan gebrakan tersebut, Dedi Mulyadi menunjukkan komitmennya untuk membangun sistem pendidikan yang lebih baik dan berintegritas, serta memastikan bahwa setiap anak di Jawa Barat mendapatkan hak pendidikan mereka tanpa hambatan.
Siswi Cantik Laporkan Pemotongan Dana PIP ke Kang Dedi Mulyadi
Sementara itu, Seorang siswi kelas 12 SMAN 7 Cirebon, Hanifah Kaliyah Ariij, mengungkapkan dugaan pemotongan dana Program Indonesia Pintar (PIP) saat kunjungan Gubernur Jawa Barat terpilih, Dedi Mulyadi, ke sekolah tersebut. Hanifah menyatakan bahwa dari total dana PIP sebesar Rp1,8 juta yang diterima siswa, terdapat pemotongan sebesar Rp250.000 yang diduga dilakukan oleh pihak sekolah.
Dalam pertemuan tersebut, Hanifah menjelaskan bahwa saat pencairan dana PIP di bank, petugas Tata Usaha (TU) sekolah meminta buku tabungan, kartu ATM, dan nomor PIN siswa. Setelah itu, dana yang seharusnya diterima utuh oleh siswa dipotong sebesar Rp250.000 dengan alasan sumbangan untuk partai.
Menanggapi laporan ini, pihak SMAN 7 Cirebon mengakui adanya pemotongan dana PIP tersebut. Namun, mereka menyatakan bahwa dana hasil pemotongan tidak masuk ke kas sekolah, melainkan disalurkan ke pihak eksternal yang terkait dengan partai politik tertentu.
Setelah kasus ini mencuat, pihak yang terlibat dalam pemotongan dana PIP dikabarkan telah mengembalikan uang tersebut kepada para siswa pada 10 Februari 2025, disertai dengan surat pernyataan di atas materai. Meskipun demikian, praktisi hukum menegaskan bahwa pengembalian dana tidak menghapus aspek pidana dari tindakan tersebut. Kejaksaan Negeri Kota Cirebon telah memulai pengumpulan bahan dan keterangan terkait dugaan pemotongan dana PIP ini untuk proses hukum lebih lanjut.
Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam penyaluran dana bantuan pendidikan. Masyarakat berharap agar pihak berwenang mengambil langkah tegas untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang. (jay)
