Home » Bekasi » Komisi II Dorong Perda Zonasi Laut
Ketua Komisi II DRPD Kabupaten Bekasi, Mulyana Muchtar

Komisi II Dorong Perda Zonasi Laut

BEKASI – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bekasi mengaku, dalam waktu dekat akan membahas peraturan daerah terkait wilayah perairan. Hal itu dilakukan guna mencegah konflik nelayan yang kini makin mencuat, lantaran aktifitas mereka yang bersinggungan dengan mega proyek reklamasi milik swasta.

Ketua Komisi II DRPD Kabupaten Bekasi, Mulyana Muchtar mengatakan, pihaknya bakal memanggil Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bekasi, Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan (DPPK), serta semua pihak terkait yang terlibat dalam rancangan pengaturan zonasi laut.

Mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2014 tentang perubahan Atas UU Nomor 27 Tahun 2007, tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, kata dia, Peraturan Daerah (Perda) zonasi laut nantinya diharapkan mampu mengatur serta menata area perairan di Kabupaten Bekasi. “Utamanya, untuk mencegah konflik nelayan, mengingat hal ini sudah sangat urgent untuk disikapi,” ungkapnya.

Mulyana menambahkan, maraknya proyek reklamasi perairan oleh pihak ketiga saat ini, akibat tidak adanya payung hukum terkait kejelasan tata ruang perairan. Semisal, reklamasi yang terjadi di dua wilayah perairan yang berada di Kecamatan Babelan dan Taruma Jaya. “Sebelum para nelayan semakin dirugikan akibat proyek ilegal perusahaan swasta,” katanya.

Perda zonasi laut nantinya untuk mengharmonisasikan pemanfaatan ruang perairan pesisir dan pulau-pulau kecil. Rencananya, dalam Perda itu mengatur zona perikanan tangkap, perikanan budidaya, serta zona pariwisata. Intinya, lanjut dia, untuk menjaga kelestarian sumber daya pesisir. “Sehingga, pemerintah daerah Kabupaten Bekasi wajib segera membuat rancangan Perda zonasi. Dengan begitu, pemanfaatan wilayah pesisir, jelas peruntukannya,” papar Mulyana.

Dampak aktifitas reklamasi oleh perusahaan, lanjut dia, diantaranya pendangkalan jalur penangkapan ikan, bahkan hingga ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Akibatnya, nelayan jadi kesulitan melaut. “Perairan yang dangkal itu yang mengakibatkan nelayan tidak maksimal dalam mencari ikan. Sehingga, pendapatan mereka pun turut anjlok,” ungkapnya.

Padahal menurutnya, permasalahan pematokkan dan reklamasi yang terjadi di perairan laut Tarumajaya dan Babelan, sudah diketahui oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Akan tetapi, sampai saat ini belum ada tindakan tegas dari pemerintah pusat kepada para perusahaan tersebut. “Padahal kan masalah itu sudah diketahui Kementerian, tapi anehnya sampai saat ini belum ada tindakan,” tukas Mulyana.

Untuk itu, Mulyana meminta pemerintah segera tertibkan pagar bambu yang mengganggu lalu lintas perairan di pantai Utara Bekasi itu. Data pihaknya menyebut, sedikitnya ada 2.356 nelayan yang terganggu aktifitas pemagaran yang dilakukan perusahaan.

“Beberapa nelayan yang nekad melaut, terpaksa menjual ikan tangkapan ke TPI Cilincing, Jakarta Utara. Itu lantaran kapal para nelayan tidak dapat bersandar di TPI setempat, akibat terhalang pagar bambu,” jelasnya.

Pantai yang dipagar di Tarumajaya saja, sambung dia, sekitar 70 kilometer atau sekira 500 hektar. “Kita minta Pemerintah Kabupaten Bekasi untuk menertibkan pagar bambu, agar jalur kapal nelayan dapat melintas menuju pelelangan ikan,” tegasnya.

Kendati belum ada aksi nyata Pemerintah Pusat (Pempus), pihaknya tetap akan mendorong persoalan ini ke Pempus agar segera lakukan normalisasi jalur laut. Tujuannya, supaya para nelayan dapat kembali mencari nafkah di perairan tersebut. “Kita bakal terus push ke pusat. Karena ironisnya, hingga kini Pemkab Bekasi masih bungkam seputar reklamasi pantai di wilayah utara Kabupaten Bekasi itu. Bahkan infonya, itu nanti nyambung sampai Jakarta Utara,” pungkasnya.

Terpisah, Pemkab Bekasi mengaku tengah menyusun rancangan pengaturan zonasi tata ruang wilayah pesisir. Hal itu bertujuan untuk menertibkan pemanfaatan lahan pesisir yang ada di Kabupaten Bekasi. “Penyusunan zonasi pesisir pada tahun lalu (2015) baru selesai untuk dua Kecamatan saja, yaitu pesisir Kecamatan Tarumajaya dan Babelan,” ujar Kasi Tata Ruang pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bekasi, Evi.

Dalam kajian rancangan penentuan zonasi pesisir, kata dia, diantaranya meliputi zona perikanan tangkap, perikanan budidaya, serta zona pariwisata. Sementara, untuk kawasan konservasi, terdiri dari zona inti dan zona pemanfaatan lainnya. “Kalau zonasi pesisir itu untuk mengatur mana yang untuk perikanan dan mana yang untuk industri pergudangan,” jelasnya.

Selain untuk harmonisasi pemanfaatan ruang perairan pesisir dan pulau-pulau kecil, rancangan zonasi juga untuk menjaga kelestarian sumber daya pesisir. Oleh karena itu, pemerintah daerah wajib menyusun rencana zonasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, agar jelas peruntukkannya. “Hal itu juga mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang pemanfaatan pesisir dan pulau-pulau kecil,” beber Evi.

Setelah pihaknya dan dinas terkait, dalam hal ini DPPK selesai menyusun zona pesisir, kemudian segera akan diusulkan kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat untuk selanjutnya dikaji kembali serta disepakati bersama antara berbagai pemangku kepentingan. Pada akhirnya, akan ditetapkan status hukumnya yang dituangkan dalam peraturan Daerah (Perda) yang mengatur secara spesifik pemanfaataan zona pesisir tersebut.

“Mudah-mudahan tahun ini selesai penyusunannya, sehingga cepat diserahkan kepada pemerintah provinsi,” tukasnya.

Seperti diketahui, berdasarkan adanya pengaduan dari nelayan Tarumajaya dan Babelan, saat ini perairan laut Tarumajaya dan Babelan sudah dilakukan reklamasi sejak beberapa tahun lalu. Pelaksananya adalah 2 (dua) Perusahaan besar yaitu PT Mega Agung Nusantara (MAN) dan PT Marunda Center. Padahal di sisi lain, rancangan zonasinya saja sampai saat ini belum diperdakan. Artinya, kegiatan reklamasi yang saat ini beroperasi itu, diduga ilegal. (fjr)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*