Home » Cirebon » Bola Panas Ketidakadilan Pembagian Jasa Pelayanan Di RS Gunung Jati, Berpotensi Mogok Kerja

Bola Panas Ketidakadilan Pembagian Jasa Pelayanan Di RS Gunung Jati, Berpotensi Mogok Kerja

CIREBON – Ratusan karyawan di Rumah Sakit Gunung Jati (RSGJ) Kota Cirebon, melayangkan protes keras akibat timpangnya porsi pembagian uang jasa pelayanan (JP) BPJS antara karyawan, dr spesialis dan jajaran manajemen. Keresahan semakin memuncak karena pembagiannya harus tunduk aturan manajemen RS (saat sosialisasi dan pelaksanaannya berbeda). Demikian keluhan tersebut disampaikan salah seorang karyawan RSGJ kepada jabarpublisher.com, Kamis (22/2/2018).

Sumber yang namanya enggan dipublish itu menuturkan, berdasarkan Permendagri Nomor 61 Tahun 2007, Permenkes Nomor 625 Tahun 2010 dan Permenkes 73 Tahun 2013 yang mengatur masalah corporate grate dan kelas jabatan, pembagian uang jasa pelayanan paling tinggi yakni 1:20. Namun kenyataannya, di RSUD Gunung Jati, perbandingannya hingga lebih dari 1:100. Diduga kuat, pola ‘manut selera manajemen’ ini juga terjadi di RSUD lainnya di Cirebon.

“Mengenai pembagian uang jasa pelayanan ini sudah ada aturannya. Tidak bisa dong pihak manajemen mengatur pembagian uang jasa pelayanan dengan seenaknya, apalagi faktor like and dislike,” ujar sumber tersebut. Menurutnya, pembagian uang jasa pelayanan standardisasinya adalah remunerasi yang telah disepakati. “Jadi, bukan berdasarkan selera manajemen. Ini yang membuat tidak adil dan hanya menguntungkan sekelompok orang,” beber dia.

Sumber menjelaskan, kondisi seperti ini sudah terjadi sejak 2 tahun lalu saat RSGJ dikomandoi oleh manajemen lama, namun intensitasnya semakin parah saat komando RSGJ dipegang oleh jajaran manajemen yang baru, terlebih memasuki tahun politik 2018 ini. “Tuntutan kami sebenarnya sederahana saja, polanya diubah menggunakan pola remunerasi. Jadi, dari tukang sapu sampai direktur porsinya sama, tidak timpang seperti sekarang,” harapnya. Dia menambahkan, sejak mencuatnya bola panas pembagian JP ini, pihak pimpinan di RS Gunung Jati diduga mulai mengintimidasi karyawan dengan berbagai cara.

APEL PAGI – Suasana apel pagi di halaman depan Rumah Sakit Gunung Jati.

“Coba bayangkan! Dalam apel pagi, salah seorang wadir mengatakan, ‘jangan dengar kabar koran. Kalau masih gak terima (pembagian uang jasa pelayanan), tidak apa-apa keluar dari rumah sakit’. Inilah yang dimaknai karyawan sebagai intimidasi, sehingga banyak yang ketakutan karena sikap arogan dan anti kritik dari top manajemen ini, ” ulasnya.

Terkait dengan uang jasa pelayanan yang banyak dinikmati kalangan dokter spesialis, lanjut dia, sebenarnya tidak semua dokter spesialis. Karena mereka juga sebenarnya empati pada perjuangan teman-teman karyawan rumah sakit, hanya lantaran etika (senior dan junior) mereka tidak bisa berbuat banyak. “Intinya perjuangan kami juga didukung banyak kalangan. Oleh karena itu kami meminta kepastian agar pembagian uang jasa pelayanan ini menggunakan remunerasi. Selama ini terjadi dualisme sistem pembagian. Tapi ketika di luar ditanya, manajemen bilang, semua pembagiannya dengan sistem remunerasi murni, ini jelas pembohongan publik,” imbuh sumber.

Ia kembali membeberkan fakta yang mencengangkan di RS milik pemerintah itu. Kata dia, dari uang jasa pelayanan yang jumlahnya miliaran rupiah itu, sebanyak 35 hingga 45 persen untuk jasa medis spesialis yang jumlahnya sangat sedikit, sedangkan sisanya, sebanyak 55 persen hingga 65 persen dibagi untuk 1.311 karyawan rumah sakit. Bahkan, kata sumber, dari sisa antara 55-65 persen itu dipotong 12 persen lagi untuk ‘fee for service’. “Kita pegang semua datanya, baik jumlah, besaran, maupun porsi pembagiannya. Tapi pasca polemik ini mencuat keluar, mereka mulai mempersempit kami mendapatkan data tersebut. Tak masalah, kami tetap bisa dapatkan data itu, kami punya caranya,” beber sumber.

Sumber Jabar Publisher lainnya menyebutkan, bahwa karyawan yang melayangkan protes tersebut tidak serta merta langsung mempublishnya ke media, melainkan sudah menempuh cara-cara yang semestinya dilakukan, seperti dialog, mediasi dan upaya bijak lainnya. Namun jajaran top manajemen RSGJ keukeuh tidak mau menanggapinya. “Saya khawatir, jika polemik ini terus berlanjut tanpa ada ketegasan dari manajemen, terkait tuntutan mayoritas karyawan ini akan berakibat pada menurunnya kinerja karyawan dalam bekerja. Bahkan akibat buruk dari situasi ini adalah mogok kerja. Inilah yang harus diantisipasi, karena yang jadi korban adalah pasien. Semoga tidak sampai terjadi-lah, dan masalah ini semoga segera menemukan titik terang,” ucapnya.

Sementara itu, Direktur Utama RSGJ, Dr. Bunadi, ketika dikonfirmasi melalui pesan singkat SMS dan whatsapp, belum memberikan jawaban apapun hingga berita ini diturunkan. Terakhir kali Ia mengecek pesan WA-nya yakni hari ini, Jumat (23/2/2018) pukul 09:37. Begitu pula saat redaksi mencoba menghubunginya lewat telepon pukul 14:17, yang bersangkutan tidak juga mengangkatnya. (jay/tim)

One comment

  1. namanya kontrol karena pake bpjs tapi cuma di absen doang dan pelayan rumahsakit yang tidak ramah membuat orang yg melihat tidak mau lagi datang kesana, seharusnya pelayan rs tetap menjaga emosi dan coba menjelaskan apa yg terjadi sehingga tidak membuat orang berpikir negatif tentang rs tersebut. sekian masukannya. Saya berbicara berdasarkan informasi terkait yang baru saja terjadi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*