Home » Cirebon » BPK Temukan Rp 3 Miliar Hibah & Bansos Pemkab Cirebon Belum Dilaporkan

BPK Temukan Rp 3 Miliar Hibah & Bansos Pemkab Cirebon Belum Dilaporkan

CIREBON – Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan Jawa Barat menemukan fakta bahwa bantuan sosial (bansos) dan hibah dari Pemkab Cirebon per 31 Desember 2016 sebesar Rp 3 miliar lebih belum dilaporkan penggunaannya alias belum dipertanggungjawabkan.

Hal itu tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK tahun 2016 yang ditandatangani oleh Hesti Sunaryo selaku Penanggungjawab Pemeriksaan BPK RI Perwakilan Jabar pada halaman 11 dan 12 Buku II LHP atau halaman 325 dan 326 salinan PDF LHP BPK RI yang diterima redaksi jabarpublisher.com.

Berikut uraian BPK RI atas hasil audit “Hibah dan Bantuan Sosial Sebesar Rp 3.098.888.000,00 Belum Dipertanggungjawabkan oleh Penerima Kepada Pemerintah Kabupaten Cirebon. Realisasi Belanja Hibah per 31 Desember 2016 adalah sebesar Rp 46.844.475.521, dan Bantuan Sosial sebesar Rp 24.510.488.768.”

“Pengujian dokumen diketahui sampai dengan 29 April 2017 dari 459 penerima bantuan hibah dengan nilai sebesar Rp 10.613.400.000,00, yang belum menyampaiakan laporan pertanggungjawaban sebanyak 128 penerima dengan nilai sebesar Rp 1.989.350.000,00, sedangkan dari 346 penerima bantuan sosial dengan nilai sebesar Rp 2.499.751.268,00 yang belum menyampaikan laporan pertanggungjawaban sebanyak 271 penerima dengan nilai sebesar Rp 1.107.538.000,00,” ujarnya.

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 tahun 2012 tentang pedoman pemberian hibah dan bansos yang bersumber dari APBD. Pada Pasal 4 ayat (4) yang menyatakan bahwa pemberian hibah memenuhi kriteria paling sedikit:

a) Peruntukannya secara spesifik telah ditetapkan; b) Tidak wajib, tidak mengikat dan tidak terus menerus setiap tahun anggaran, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan; c) Memenuhi persyaratan penerima hibah.

Berikutnya tidak sesuai dengan Pasal 16 ayat (1) yang menyebutkan bahwa penerima hibah berupa uang menyampaikan laporan penggunaan hibah kepada kepala daerah melalui PPKD dengan tembusan SKPD terkait. Dan juga tidak sesuai dengan Pasal 19 ayat (1) dan (2) yang menyatakan bahwa:
a) Penerima hibah bertanggungjawab secara formal dan material atas penggunaan hibah yang diterimanya. b) Pertanggungjawaban penerima hibah berupa bukti-bukti pengeluaran yang lengkap dan sah sesuai peraturan perundang-undangan bagi penerima hibah berupa uang.

Selanjutnya Pasal 34 ayat 1 yang menyatakan bahwa penerima bantuan sosial berupa uang menyampaikan laporan penggunaan bantuan sosial kepada Kepala Daerah melalui PPKD dengan tembusan kepada SKPD terkait.
Berikutnya Pasal 37 ayat 1 yang menyatakan bahwa penerima bantuan sosial bertanggungjawab secara formal dan material atas penggunaan bantuan sosial yang diterimanya.

Dalam LHP tersebut dijelaskan, Peraturan Bupati Cirebon nomor 48 tahun 2011 tentang Tata Cara Penganggaran, Pelaksanaan, Pertanggungjawaban dan Pelaporan serta monitoring dan evaluasi belanja hibah dan bansos yang bersumber dari APBD, pasal 13 dijelaskan bahwa atas bantuan hibah atau bansos, dilakukan verifikasi oleh SKPD atas keabsahan dan kelengkapan persyaratan permohonan belanja hibah berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh kepala SKPD. Verifikasi dilakukan oleh tim evaluasi yang dibentuk oleh Kepala SKPD dan hasilnya disampaikan kepada Kepala SKPD.

Kepala SKPD menyampaikan hasil verifikasi belanja hibah berupa rekomendasi kepada Bupati melalui Ketua TAPD. Ketua TAPD menyampaikan hasil pertimbangan disertai daftar nominatif calon penerima belanja hibah (DNC PBH) kepada Bupati. Kondisi tersebut mengakibatkan tertutupnya kesempatan bagi organisasi lainnya untuk menerima hibah. Kondisi tersebut disebabkan oleh dinas terkait belum melaksanakan prosedur pemberian hibah sesuai dengan pedoman pada ketentuan yang berlaku.

Atas permasalahan tersebut:
a. Kepala Dinas Sosial menyatakan bahwa prosedur validasi telah dilakukan ke lapangan meskipun tanpa adanya SK tim Survey, SK tim evaluasi untuk Kegiatan Bidang Pemulihan Sosial, Bidang Pengembangan dan, Pemberdayaan Partisipasi Sosial Masyarakat (P3SM) dan Bidang Bantuan, Perlindungan Sosial dan Penanggulangan Bencana (Balinsos dan PB) belum dibuat dan akan menjadi perhatian dan perbaikan ke depannya.
b. Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan, Peternakan dan Kehutanan menyatakan bahwa SK penerima Hibah yang ditandatangani bupati belum dibuat;
c. Kepala DCKTR menyatakan bahwa benar dilakukan verifikasi hanya terhadap data proposal desa tanpa melakukkan verifikasi ke lapangan untuk kebenaran data, selain itu SK penerima hibah yang ditandatangani oleh bupati belum ada dan di tahun mendatang akan dilengkapi dengan SK Bupati terkait dengan Belanja Hibah yang akan diserahkan kepada masyarakat;
d. Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika menyatakan bahwa prosedur/mekanisme hibah penggunaan Dana Hibah belum sesuai dengan Permendagri No 39 tahun 2012.

Untuk itu, BPK merekomendasikan Bupati Cirebon agar:
a. Memerintahkan Kepala Dinas Sosial, Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan, Peternakan dan Kehutanan, dan Kepala DCKTR untuk melaksanakan prosedur pemberian hibah sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
b. Memerintahkan Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika untuk menghentikan belanja hibah koran pada TA berikutnya karena tidak sesuai dengan prinsip-prinsip hibah;
c.Memerintahkan para kepala SKPD untuk meminta pertanggungjawaban dari para penerima hibah dan bantuan sosial sebesar Rp3.098.888.000,00, selanjutnya dilakukan verifikasi dan validasi kebenaran penggunaannya oleh Inspektorat Kabupaten Cirebon.

Menyikapi fenomena ini, Direktur Cirebon Institut For Economic and Social Studies (CIFESS) Iwan Hendarwan mengungkapkan sudah bukan rahasia umum bahwa dana hibah atau bansos ini menjadi bancakan yang kadang tidak dipertanggungjawabkan. “Kalau kita mengacu pada good governance dan clean government, ini jelas-jelas telah melanggar. Apalagi setiap rekomendasi penerima hibah, SK-nya ditandatangani oleh Bupati,” katanya.

Keadaan seperti ini, kata Iwan, membuktikan betapa carut-marutnya tata kelola pemerintahan yang berkaitan dengan pengelolaan APBD. Apablia dana bansos atau hibah selalu seperti ini, ada kemungkinan uang uang tersebut hanya diserap oleh kelompok-kelompok yang dekat dengan kekuasaan. “Ini berpotensi juga digunakan untuk kepentingan-kepentingan tertentu. Misal pilkada atau hal-hal lain untuk menutupi sesuatu,” tambah pria yang biasa disapa Iwenk ini. (jay/red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*