Home » Cirebon » Ketua LPK Al-Amien Kalimaro Dipolisikan Terkait Dugaan Penyelundupan Manusia

Ketua LPK Al-Amien Kalimaro Dipolisikan Terkait Dugaan Penyelundupan Manusia

CIREBON – Masih ingat dengan berita seorang pekerja migran indonesia (PMI) asal Gebang Kulon, Kec Gebang, Kab Cirebon bernama Tubagus Farik Nahril yang berangkat ke luar negeri secara ilegal lalu jatuh sakit lalu meninggal dunia? 

AYAH KORBAN SARIP (KIRI), ADIK KORBAN (TENGAH) DAN IBU KORBAN SEKALIGUS PELAPOR MIMIH (KANAN) SAAT INI TENGAH MENCARI KEADILAN ATAS MENINGGALNYA ANAK SULUNG MEREKA YANG MENINGGAL DI TURKI

Baca berita sebelumnya: Warga Gebang Kulon Berangkat ke Luar Negeri Secara Ilegal, Pulangnya Jadi Mayat

Ya, kasus tersebut terus bergulir dan kini tengah ditangani oleh Satreskrim Polresta Cirebon. Hal ini seiring buntunya proses mediasi terkait tuntutan keluarga korban soal janji pengembalian uang pendaftaran dan santunan pengganti asuransi dari pihak sponsor yakni LPK Al Amien Kalimaro yang diketuai oleh Makrus. 

Setelah menunggu sekitar 5 bulan dan tanpa ada solusi konkrit dari pihak LPK, ibu korban, Mimih resmi melaporkan kasus ini ke Unit TIndak Pidana Tertentu (Tipidter) Polresta Cirebon, Jumat (16/9/2022) malam. Mimih didamping suaminya sekaligus ayah korban (Sarip) dan perangkat desa Gebang Kulon (Manon). Pelapor diperiksa selama 8 jam oleh penyidik di Unit Tipidter hingga larut malam.

Di hari yang sama (Jumat siang), baik pelapor dan terlapor sebelumnya telah menggelar mediasi terkait hak korban yang tak kunjung dikembalikan dengan ditengahi oleh Unit PPA Polresta Cirebon. Namun dalam prosesnya saat mediasi masih berjalan, pihak sponsor/terlapor justru pulang tanpa ada konfirmasi, dengan alasan harus mengantarkan Dede Mulyana (rekan Makrus) ke Cianjur. Merasa dipermainkan dengan tindakan tersebut, Sarip akhirnya bertekad bulat membuat laporan polisi agar kasus tersebut bisa diusut hingga ke persidangan dan hak-haknya bisa segera dipenuhi.

PARA PIHAK TERKAIT MENGGELAR MEDIASI LANJUTAN USAI DIMEDIASI UNIT PPA DI DALAM RUANGAN. NAMUN PADA MOMEN INI, KETUA LPK AL AMIEN KALIMARO (MAKRUS) HANYA MENGUTUS JURU BICARANYA, ALIAS TIDAK IKUT BERGABUNG. DALAM MOMEN INI JUGA TERLAPOR TIBA-TIBA PULANG, PADAHAL SEBELUMNYA SUDAH BERJANJI AKAN KEMBALI BERMEDIASI USAI SHALAT JUMAT KARENA BELUM ADA KATA SEPAKAT.

“Sudah 5 bulan lamanya kami menuntut hak kami namun selalu diperlakukan seperti ini. Sampai kami seperti ngemis-ngemis, datang ke LPK dijanjikan lagi, janji lagi, nanti dan nanti. Sampai-sampai kami bosan dan sempat putus asa. Padahal mereka sendiri yang menjanjikan soal pengembalian uang pendaftaran dan santunan untuk almarhum anak kami,” ujar Mimih.

Sementara itu, terpantau dalam mediasi, baik pelapor dan terlapor sama-sama bersikukuh dengan pendirian masing-masing. Makrus yang didampingi Wilmar (Juru bicara LPK Al Amien) meminta waktu hingga Jumat depan terkait pengembalian uang pendaftaran. Sedangkan pihak pelapor minta salah satu penyelesaian (baik pengembalian maupun santunan) bisa dilakukan hari ini juga, mengingat waktu yang sudah terlalu lama.  Terlapor juga bungkam saat dimintai kesanggupan membayar melalui surat pernyataan. 

Di sela-sela mediasi, Tim JP juga mewawancarai Dede Mulyana (Pria asal Cianjur), yang disebut Makrus sebagai pihak PT. GRC yang memberangkatkan korban. Namun Dede justru menepisnya, karena ia hanya pekerja migran biasa dan tidak memiliki sponsor atau PT seperti yang disebutkan Makrus. “Bukan pihak PT pak, saya pekerja migran biasa,” singkatnya dengan nada lemas.   

Terkait pelaporan tersebut Perangkat Desa Gebang Kulon, Manon, menyampaikan bahwa tersangka harus mendapatkan hukuman atas perbuatannya. Selain itu, pendamping dari pelapor ini juga menyampaikan terlapor harus mengembalikan hak-hak korban.

“Tanggapan dari kami selaku perangkat Desa Gebang Kulon, tiada lain adalah, hukum harus bejalan normatif. Artinya terlapor harus mendapatkan hukuman yang setimpal dengan apa yang sudah dilakukannya terkait perbuatan yang sudah melanggar hukum. Dan yang lebih penting, pihak korban harus mendapatkan hak-hak nya sesuai dengan apa yang menjadi tuntutan korban,” tegas Manon.

Sementara itu, Kasat Reskrim Polresta Cirebon Kompol Anton membenarkan adanya pelaporan terkait dugaan kasus penyelundupan manusia ke Unit Tipidter yang ada dibawah naungan Satreskrim. “Betul, kami menerima adanya laporan tersebut dari Unit Tipidter. Tentu seperti yang saya sampaikan sebelumnya, Satreskrim Polresta Cirebon akan serius mendalami, menyelidiki, dan menyidik dugaan kasus penyelundupan manusia ini,” tandas Kasat Reskrim, Sabtu (17/9/2022).

Ia menegaskan, pelaku bisa diancam dengan UU tentang perlindungan PMI yakni Pasal 120 ayat 2 Undang-undang nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian, subsider pasal 81 undangan-undangan RI nomor 18 tahun 2017, Jo pasal 69, undangan-undangan nomor 18 tahun 2017, tentang Perlindungan PMI.

“Sedangkan hukuman penjara diketahui paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun, dengan denda maksimal Rp 500 juta dan maksimal Rp 1,5 Miliar. Sedangkan denda pekerja migran Indonesia dengan denda hukuman paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 15 miliar,” pungkasnya seraya menyebutkan dua pasal lain cocok dengan perkara tersebut. (crd/jay)

GALERI FOTO PMI YANG DIBERANGKATKAN SECARA ILEGAL DAN PULANG MENJADI MAYAT

JENAZAH KORBAN SAAT TIBA DI RUMAH DUKA
SUASANA PEMAKAMAN KORBAN PMI ILEGAL
MOBIL JENAZAH YANG MEMBAWA KORBAN KE RUMAH DUKA USAI DIPULANGKAN DARI LUAR NEGERI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*