Home » Cirebon » BPBD Jadi “Anak Tiri”, Bukti Pemerintah Belum Faham Mindset Kebencanaan?

BPBD Jadi “Anak Tiri”, Bukti Pemerintah Belum Faham Mindset Kebencanaan?

CIREBON – Jawa Barat mendapat julukan sebagai ‘Kebun Binatang-nya’ bencana. Hal ini karena Jabar memiliki kondisi geografis yang beragam, baik itu pegunungan, dataran rendah, maupun lautan. Kondisi geografis yang beresiko itulah yang membuat Jabar harus lebih waspada akan datangnya bencana yang beragam setiap saat.

jitu-pasna-bpbd-jabarBeberapa fenomena alam yang terjadi baru-baru ini, seperti longsor di Sumedang, banjir di Garut dan Bandung, seharusnya jadi pelajaran penting bagi semua stakholder untuk bersatu padu dalam mempersiapkan komponen dan kebutuhan jika suatu saat terjadi bencana di lain hari.

Hal ini bisa diawali dari data yang akurat tentang kebencanaan hingga pada rehab dan rekonstruksi pasca bencana terjadi. Rekonstruksi menjadi hal yang terpenting dalam kebencanaan, karena harus menghasilkan output berupa infrastruktur yang lebih baik dan lebih aman, jika daerah yang dinilai berpotensi tadi, dilanda bencana lagi.

Namun rupanya, anggaran untuk hal vital tadi, belum disadari betul oleh pemerintah. Mengingat porsi anggaran untuk rehab rekon justru lebih kecil dibandingkan bidang lainnya di tubuh BPBD Jabar. “Harus ada perubahan mindset. Dimana pemerintah harus punya kekuatan perencanaan secara makro kepada semua komponen seperti bappeda dan yang lainnya,” ungkap Kabid Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD Jabar Rosmananda SKM, STP saat ditanya Jabar Publisher.

Ia menjelaskan, porsi anggaran yang ideal di tubuh BPBD seharusnya 20% untuk kebencanaan, 10 persen cegah siaga, dan 70 persen untuk rehab rekon. “Sementara ini, kita yang sebagai motor tapi (porsi anggarannya) terkecil. Ini bukan soal jabatan, karena saya bisa saj ditempatkan di manapun. Tapi soal kesadaran semua pihak memandang ini sebagai hal yang penting, bagaimana mendorong sektor-sektor yang bisa digerakkan di sana,” tandasnya, belum lama ini.

Pak Ocha, sapaan akrabnya, juga memandang peran media sangat penting dalam merubah pola pikir masyarakat dan pihak terkait lainnya dalam masalah bencana. Harapannya, media jangan hanya memblow up saat darurat bencana saja dengan segala dinamikanya, meski itu merupakan hal yang ‘seksi’ untuk diberitakan. “Meski itu lebih seksi untuk diberitakan, tapi upaya rekonstruksi yang sudah dilakukan pemerintah juga harusnya bisa diberitakan secara berimbang,” harapnya.

Sementara itu, menurut pendapat pengamat kebencanaan, Koko Ali Permana, BPBD juga boleh dibilang kerap kali menjadi dinas ‘anak tiri’ yang porsi anggarannya, perhatian kepala daerahnya, tidak sehebat dinas-dinas lain seperti Dinas Kesehatan, Dinas Bina Marga, Dinas Pendidikan.  “Jadi saya heran, apakah memang mindsetnya belum berubah atau memang tidak mengerti soal pentingnya penanganan bencana ini? mengingat BPBD selalu saja jadi anak tiri,” tegas pria yang juga ketua LMDH Garut ini. (jay)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*