Sudah Berjuang Hingga ke Kementerian Pendidikan Nasional, Namun Terbentur Deadline dan Aturan
CIREBON – Pihak SMP Negeri 1 Gebang menyampaikan klarifikasi mengenai adanya aduan wali murid tentang rumor terjadinya pengusiran 12 siswa secara halus dari sekolah. Hal tersebut disampaikan Kepala Sekolah SMPN 1 Gebang Iwan Mukhamad Makyar Sujana didampingi Saprudin selaku Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan SMP Negeri 1 Gebang. Klarifikasi disampaikan langsung kepada Tim JP di ruang kerjanya, Selasa (03/09/2024).

Pada kesempatan itu, Saprudin menyampaikan bahwa pihak sekolah sudah melakukan pertemuan dengan wali murid dari 12 siswa, komite sekolah, dan Kuwu Gebangkulon. Ia menceritakan dalam pertemuan itu bahwa wali murid memprotes keras pihak sekolah yang diduga sudah mengusir secara halus 12 siswa yang berasal dari Desa Gebangkulon yang notabene masih masuk dalam wilayah zonasi.
Argumentasi lainnya adalah tentang adanya dugaan telah terjadi pemalsuan lokasi GPS oleh oknum sehingga kuota 12 siswa itu tertutup dan tersisihkan. Hal tersebut berdampak kesan dari pihak sekolah dianggap ebih menerima siswa yang jaraknya lebih jauh daripada yang dari lingkungan terdekat sesuai radius zonasi.
Menanggapi hal tersebut, Kepsek meluruskan bahwa jika memang benar ada temuan pemalsuan lokasi GPS, pihak yang merasa dirugikan agar segera melaporkan kepada pihak yang berwajib,
“Kami hanya pelaksana tugas pendidikan, tentunya apa yang dijalankan oleh kami itu sesuai aturan dari dinas pendidikan. Perihal pembatasan jumlah siswa itu juga memang sudah diatur sesuai regulasi san tidak boleh melebihi kapasitas yang sudah ditentukan. Adapun kalau memang ditemukan dugaan pemalsuan lokasi GPS oleh pihak tertentu sehingga berdampak merugikan, silakan melapor ke kepolisian, supaya bisa ditindaklanjuti,” ujarnya.
Sementara itu, hadir juga komite sekolah yang meminta kebijakan kepada pihak sekolah untuk bisa menerima 12 anak tersebut sebagai siswa di SMPN 1 Gebang. Terkait perminaan tersebut, pihak sekolah pun menjelaskan dalam pertemuan itu, bahwa ke 12 anak itu tidak bisa diterima karena kebijakan regulasi dari dinas tentang batas kuota, dan memberikan solusi untuk mendaftarkan ke sekolah lainnya dalam satu kawasan.
“Masalah zonasi ini kan sudah jelas, tentang radius wilayah, namun karena kebijakan serta keterbatasan kuota penerimaan siswa baru untuk SMPN 1 Gebang ini, maka kami memberikan solusi kepada orang tua calon murid untuk mendaftar ke sekolah negeri lainnya yang masih seputaran wilayah Gebang ini, dengan catatan masih adanya kuota penerimaan siswa baru di sekolah tersebut dan tidak melewati tanggal 31 Agustus 2024,” jelasnya.
Ada pun terkait permohonan 12 wali murid dan komite, pihak sekolah sudah menempuh langkah semaksimal mungkin. Diantaranya mengajukan usulan kebijakan banding kepada dinas pendidikan kabupaten, konsultasi dengan Komisi IV DPRD Kab Cirebon, dilanjutkan ke tingkat provinsi, bahkan hingga ke Kementerian Pendidikan Nasional untuk mempertimbangkan kebijakan baru yang bisa membantu nasib 12 siswa asal Gebangkulon itu.
Namun karena antara usulan dan batas tenggat waktu penerimaan siswa cukup singkat, maka pengajuan ini belum bisa terealisasi. Hal ini menimbulkan polemik yang menimbulkan kesan SMPN 1 Gebang mengabaikan kebijakan zonasi.
Saprudin juga menyesalkan stigma yang menyudutkan pihak sekolah.
“Meski pengajuan itu sudah diputuskan gagal dan sudah sejak awal disampaikan perihal kebijakan dari dinas, namun masih saja ada yang mengungkit bahwa lokasi sekolah berada di atas tanah titisara Desa Gebangkulon tanpa dipungut biaya sewa. Itu argumentasi yang selalu diulang-ulang selama 27 tahun, padahal antara lokasi sekolah dan kebijakan dari dinas pendidikan adalah dua hal yang berbeda,” pungkasnya.
Sementara itu, pada kesempatan berbeda, tim JP yang sempat mewawancarai perwakilan komite SMPN 1 Gebang Andi Subandi, mengaku bangga dengan pola kepemimpinan dan pola pengambilan kebijakan yang dilakukan oleh Kepsek SMPN 1 Gebang bilamana terjadi polemik.
“Saya salut dan bangga kepada Kepala sekolah SMPN 1 Gebang yang selalu pasang badan dan mencari solusi yang terbaik, termasuk soal 12 siswa yang nasibnya (kala itu) belum jelas. Saya menyaksiakan langsung, Kepsek dan jajaran sudah memperjuangkan secara maksimal, namun aturan tetaplah aturan yang harus dipatuhi,” tandasnya.
Statment tersebut bukan tanpa dasar, mengingat Kuwu Gebangkulon yang juga komite ini tahu betul dan menyaksikan langsung ikhtiar dari pihak sekolah ketika memperjuangkan 12 siswa tersebut. (jay/crd/rif)
Jabar Publisher Berita Jawa Barat, Berita Cirebon, Berita Tasikmalaya, Berita Karawang, Berita Bekasi, Berita Bandung