Home » Cirebon » Warga Dompyong Kulon Diduga Jadi Korban Perdagangan Orang di Jepang, Keluarga Tuntut Rp 80 Juta

Warga Dompyong Kulon Diduga Jadi Korban Perdagangan Orang di Jepang, Keluarga Tuntut Rp 80 Juta

CIREBON – Viral di media sosial, sebuah video memperlihatkan warga Desa Dompyongkulon, Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon, bernama Muhamad Haerul Sifa yang memohon bantuan pemerintah agar bisa dipulangkan dari Jepang. Dalam video itu, Sifa mengaku hidup serabutan sebagai pekerja ilegal dan kini terpaksa tinggal di rumah sederhana di tengah hutan karena statusnya tidak resmi.

Link Video Viral klik, VIDEO SIFA

Foto Kiri: Sifa saat bercerita kondisinya yang terlantar di Jepang. Foto Kanan: Ajid saat mengadu ke redaksi JP terkait masalah ini.

Ia mengaku tidak pernah berniat bekerja secara ilegal. Awalnya, ia mendaftar ke sebuah penyalur tenaga kerja dengan tujuan resmi Korea Selatan. Namun, saat keberangkatan, ia justru diterbangkan ke Jepang tanpa sepengetahuannya.

“Saya tidak tahu, ternyata jalurnya ilegal. Sekarang untuk pulang pun sulit karena biaya dan status saya tidak resmi,” ungkapnya.

Tim Jabar Publisher berhasil menghubungi Sifa untuk meminta konfirmasi, dan ia membenarkan isi video tersebut. Ia juga menyebut bahwa dirinya berangkat bersama dua rekannya, Sarif dan Sukarna, melalui penyalur berinisial SL yang ternyata bukan lembaga resmi, melainkan perorangan.

Sementara itu, ketika dikonfirmasi, Senin (25/8/2025) SL membantah tuduhan tersebut.

“Saya tidak memberangkatkan orang, saya bukan sponsor, tidak punya PT. Mana bisa saya berangkatkan orang bekerja ke luar negeri,” kata SL.

Meski begitu, SL mengakui bahwa ia mengetahui adanya pengurusan dokumen paspor dan visa oleh Sukarna dan dua rekannya. “Mereka mengurus sendiri, saya cuma tahu dokumennya. Lebih jelasnya bisa tanya Pemdes Dompyong Kulon,” klaim SL yang merupakan WNA asal Bangladesh yang tinggal di Desa Dompyong Kulon.

Tuntutan Rp 80 Juta Bukan Tanpa Dasar, Melainkan Uang Hasil Pinjam Bank untuk Ongkos Berangkat ke Korea

Sementara itu, perwakilan keluarga korban, Ajid, menegaskan bahwa keberangkatan Sifa ke luar negeri telah menghabiskan biaya besar. Orang tua Sifa bahkan harus meminjam uang dari bank demi keberangkatan anaknya ke Korea. Namun, bukannya ke Korea, Sifa justru diterbangkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab ke Jepang dan kini terlantar.

“Tak heran, pihak keluarga menuntut agar SL mengembalikan ongkos keberangkatan yang nilainya mencapai sekitar Rp80 juta. Bukti transfer uang kepada SL dan berkas lainnya pun masih kami simpan,” ujar Ajid kepada JP, Selasa (26/8/2025) malam.

Pemerintah Desa Dompyongkulon sendiri membenarkan bahwa sudah dilakukan mediasi antara keluarga Sifa dan SL namun hasilnya deadlock (buntu).

Kuwu Dompyong Kulon, Khumaedi atau yang akrab disapa Pak Aldi, mengatakan, pihaknya mendorong agar SL bertanggung jawab membantu proses pemulangan.

Bukti transfer biaya keberangkatan Sifa untuk bekerja ke Luar Negeri.

“Kami sudah bertemu keluarga Sifa, dan keinginan mereka agar SL bisa mengupayakan pemulangan. Kami sarankan juga Sifa membuat video permohonan agar pemerintah menanggapi. Kami pun menekan SL agar ikut membantu,” jelas Aldi.

Aldi menegaskan, meski proses keberangkatan jelas tidak sesuai prosedur alias ilegal, desa tetap berkewajiban mengupayakan kepulangan warganya.

Ia pun mengaku siap memfasilitasi mengenai kemungkinan adanya mediasi ulang karena persoalan ini belum tuntas hingga ke tahap solusi.

“Kami ingatkan warga, kalau mau ke luar negeri harus lewat jalur resmi, lapor dulu ke desa dan dinas terkait. Kalau resmi, saat ada masalah, penanganannya lebih mudah,” pungkasnya. (crd/jay/rif)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*