Proyek BBWS Disoal Dengan Warga
CIREBON – Proyek pembangunan tanggul dan normalisasi sungai Ciberes di Kecamatan Waled, Kabupaten Cirebon, diprotes sejumlah warga. Banyaknya persoalan muncul saat berjalannya pelaksanaan dan hasil pekerjaan yang kurang maksimal sehingga wilayahnya akan menjadi sasaran luapan air sungai, Selasa (3/10).
Kegiatan yang dilakukan oleh Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk Cisanggarung (BBWSCC) PT Taruna Karya Utama yang sudah berjalan sekitar 4 bulan tersebut banyak mendapat cerca dari masyarakat, pertama soal pelaksana proyek yang terkesan enggan membawa material dipinggir jalan dan membawa masuk menggunakan gerobak karena jalan yang sempit kontraktor justru membendung sungai ciberes dan dijadikan akses masuk kendaraan proyek sehingga berdampak pada pengairan sawah petani yang mengandalkan pengairannya dari sungai ciberes karena air sungai ciberes tidak bisa mengalir lagi.
Kedua pelaksana proyek yang enggan menyewa belco (escavator) namun menggunakan escavator milik kelompok tani Desa Ciuyah Kecamatan Waled hasil bantuan Kementrian Pertanian, persoalan ketiga terkait pembangunan tanggul yang dilaksankan hanya sebelah, sungai ciberes yang membelah Desa Ciuyah dan Desa Ambit Kecamatan Waled hanya membangun tanggul di Desa Ambit sementara di Desa Ciuyah akan dilaksanakan tahun depan. Hal itu menuai protes warga karena saat musim hujan datang yang biasanya air sungai meluap menggenangi kedua desa tersebut.
Salah seorang warga Desa Ciuyah, Nuri kepada Jabarpublisher.com memaparkan, awalnya warga menyambut gembira terkait pelaksanaan proyek BBWSCC yang akan mengeruk sungai dan membangun tanggul. Tetapi ketika hanya membangun tanggul hanya satu sisi yang berada di Desa Ambit hal itu membuat warga Desa Ciuyah merasa terdzolimi lantaran Desa Ciuyah yang sudah menjadi langganan banjir karena luapan sungai Ciberes.
Dengan adanya pembangunan tanggul hanya di satu sisi sungai yang berada di Desa Ambit maka dipastikan musim hujan mendatang Desa Ciuyah akan semakin parah karena menjadi pusat luapan sungai ciberes, warga pernah memprotes mendatangi balai desa tetapi tidak memiliki kewenangan apapun. “Dikira akan dibangun tanggul kanan dan kiri sungai, tidak tahunya hanya yang ada di Desa Ambit saja. Warga pernah memprotes tapi tidak ada solusi,” papar Nuri.
Persoalan juga muncul dari warga Desa Gunungsari, melalui keterangan dari salah seorang perangkat desa setempat mengatakan, pelaksanaan pembangunan tanggul dan pengerukan sungai menurutnya tidak jelas titik yang dilaksanakannya, kontraktor PT. Taruna Karya Utama yang menyewa rumah tepat di depan balai desanya juga terkesan seperti siluman yang datang dan sekarang tidak tahu sudah pergi tidak pernah ada koordinasi dengan pihak pemerintah desa.
Warga sempat memprotes lantaran pembangunan tanggul yang bertemu dengan sekitar 5 titik saluran pembuangan air limbah (SPAL) tanpa dipasangkan kelep, tanggul yang bertemu dengan jembatan juga tanpa dilakukan peninggian jembatan. Itu akan membuat air sungai meluap dan membanjiri rumah warga jika musim hujan datang. Warga mengancam jika tidak dipasang kelep maka akan dibongkar tanggul yang sudah dibangun tersebut lantaran dinilai sia-sia.
“Warga sempat memprotes dan meminta untuk dipasangkan kelep dan meninggikan jembatan, tetapi sampai sekarang tidak dilakukan dan kontraktornya juga sepertinya sudah tidak ada lagi di rumah kontrakannya mungkin sudah selesai,” ujar salah seorang perangkat Desa Gunungsari.
Persoalan lain juga muncul dari para petani dan pembuat batu bata yang menggantungkan kebutuhan pengairannya dari sungai ciberes, mereka terpaksa harus menggunakan bor untuk mendapatkan air lantaran air sungai yang mengering.
Salah seorang petani asal Desa Cikulakkidul, Oso mengungkapkan, masyarakat sebenarnya bukan menolak adanya proyek pembangunan tanggul dan pengerukan sungai, akan tetapi seharusnya pelaksana proyek harus memikirkan resiko dalam setiap langkah yang dilakukannya. Seperti persoalan akses angkutan material yang sulit karena harus masuk ke jalan gang.
Pelaksana proyek mencari jalan pintas dengan membendung sungai dan menjadikannya sebagai akses lintasan dan itu sudah berjalan sekitar 4 bulan lamanya. “Harusnya gak boleh membendung sungai, ribuan petani dari kecamatan Waled, Kecamatan Pabuaran, Kecamatan Babakan banyak yang mengandalkan pengairan dari sungai ciberes,” jelas Oso.
Oso juga menyesalkan tindakan pelaksana proyek yang menyewa mesin escavator milik kelompok tani Desa Ciuyah hasil bantuan dari Kementrian Pertanian melalui anggota DPR RI Herman Khaeron, menurutnya pelaksana proyek seperti kurang modal yang sebenarnya bisa menyewa kepada perusahaan penyewa alat-alat berat.
Tindakan tersebut sangat menyakitkan para petani yang seyogyanya escavator tersebut hanya boleh digunakan untuk kepentingan pertanian bukan untuk kegiatan proyek besar seperti yang terjadi untuk melakukan pengerukan sungai, karena jika rusak biaya perawatannya juga akan sangat mahal. “Denger kabar belco milik kelompok tani sudah ditarik, katanya mengalami kerusakan, gak tahu apanya yang rusak,” keluhnya.
Sementara pihak pelaksana proyek dari PT. Taruna Karya Utama tidak ada dilokasi kegiatan yang bisa untuk dimintai konfirmasinya. “Dari salah seorang karyawan yang memberikan nomer handphone penanggung jawab kegiatan proyek, Agus yang coba hubungi berkali-kali tidak diangkat, sms berkali-kali juga tidak mendapat jawaban,” tandasnya. (crd)
Jabar Publisher Berita Jawa Barat, Berita Cirebon, Berita Tasikmalaya, Berita Karawang, Berita Bekasi, Berita Bandung