CIREBON – Warga Desa Hulubanteng, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Cirebon, berencana kembali menggelar aksi unjuk rasa pada Kamis, 7 Agustus 2025 mendatang. Aksi akan digelar di depan Kantor Balai Desa Hulubanteng dengan tuntutan utama agar kuwu (kepala desa) mundur dari jabatannya. Aksi kali ini mengusung tagline “Hulubanteng Oreg” (Hulubanteng Bergerak).
Unjuk rasa ini dipicu oleh kekecewaan warga terhadap lambannya respon dari pihak Inspektorat Kabupaten Cirebon dalam menindaklanjuti laporan warga yang sebelumnya sudah dijanjikan akan ditindaklanjuti.
Koordinator aksi, Eka Andri, menyampaikan kepada tim JP pada Senin (4/8/2025), bahwa persoalan ini tak hanya terjadi di Hulubanteng, melainkan juga di sejumlah desa lain yang menghadapi masalah serupa.
Hampir semua persoalan masyarakat muaranya ada di inspektorat. Bukan hanya di Desa Hulubanteng. Kami menilai kinerja inspektorat mandul, baik dalam pengawasan maupun penegakan aturan,” tegas Eka.
Ia juga mengkritik Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Cirebon yang dinilainya tidak konsisten dalam pembinaan terhadap pemerintahan desa Hulubanteng.
“Kami minta DPMD meningkatkan pembinaannya. Yang terjadi saat ini justru terkesan bias,” tambahnya.
Menurut Eka, hingga kini Inspektorat belum memberikan pernyataan resmi terkait laporan yang diajukan. Bahkan, permintaan audit atas pengelolaan tahun anggaran 2022 yang telah disampaikan secara resmi belum juga ditanggapi.
“Inspektorat harus bertindak setelah SP3 dilayangkan oleh bupati. DPMD juga pernah menyatakan bahwa persoalan ini sudah diarahkan ke APH (aparat penegak hukum), tetapi kembali lagi muaranya tetap ke inspektorat, karena LHP tetap keluar atas nama bupati melalui inspektorat,” jelasnya.
Terkait sanksi berupa surat teguran ketiga kepada kuwu, Eka menyebutkan adanya kontradiksi antara keterangan dari DPMD dan pihak kecamatan.
“Ada perbedaan pernyataan antara DPMD dan kecamatan. Bahkan tak ada surat resmi, hanya sebatas pesan WhatsApp. Ini membingungkan,” tandasnya.
Terkait aksi lanjutan bertagline “Hulubanteng Oreg”, Eka menegaskan bahwa warga tetap pada tuntutan awal yang belum terpenuhi.
“Kami tetap menuntut delapan poin yang sampai sekarang belum ada realisasinya. Kuwu juga kami nilai telah mengingkari janji, terutama soal pengembalian biaya PTSL dalam 10 hari kerja, dan pemecatan perangkat desa yang bermasalah. Faktanya, sampai hari ini tidak ada realisasi,” tegasnya.
Diketahui, aksi protes warga Hulubanteng terhadap kinerja pemdes telah berlangsung sejak tahun 2024. Tuntutan mencakup masalah program PTSL dan pembangunan desa yang dinilai stagnan. Aksi terakhir dilakukan pada 16 Juli 2025, namun belum juga menghasilkan penyelesaian yang memuaskan. (jay/rif)
Jabar Publisher Berita Jawa Barat, Berita Cirebon, Berita Tasikmalaya, Berita Karawang, Berita Bekasi, Berita Bandung