CIREBON – Sebanyak 57 Taruna Siaga Bencana (Tagana) Kabupaten Cirebon mengikuti Pelatihan Manajemen Shelter dan Layanan Dukungan Psikososial Tahun 2025 di kawasan wisata Guci, Tegal, Jawa Tengah, belum lama ini.
Kegiatan tersebut tidak hanya menjadi ruang peningkatan kapasitas bagi para relawan kebencanaan, tetapi juga ajang konsolidasi dan penyaluran aspirasi yang selama ini terpendam—mulai dari keterbatasan alat pendukung saat bertugas hingga soal kesejahteraan yang masih jauh dari harapan.
Ketua DPRD Kabupaten Cirebon, Sophi Zulfia, yang turut hadir dalam kegiatan itu, mendengar langsung keluhan para Tagana. Ia menegaskan komitmennya untuk memperjuangkan aspirasi mereka dalam forum pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) Tahun 2026.
“Alhamdulillah, semua aspirasi dari teman-teman Tagana ini akan saya sampaikan langsung kepada Bupati, Bapelitbangda, dan BKAD. Ini penting agar ada perhatian lebih terhadap mereka,” ujar Sophi.
Sophi menyebutkan, kebutuhan dasar seperti sepatu air, tambang, senter tahan air, hingga perahu karet harus segera menjadi perhatian pemerintah daerah. Ia meminta para relawan bersabar, sambil memastikan komitmennya untuk memperjuangkan anggaran khusus bagi perlengkapan mereka.
“Peran Tagana sangat besar. Mereka bekerja bukan untuk dirinya sendiri, melainkan demi kemanusiaan. Karena itu, sudah menjadi kewajiban kami di DPRD untuk memperjuangkan kebutuhan dan kesejahteraan mereka,” tegasnya.
Honor Minim, Semangat Tak Surut
Dalam sesi dialog, salah seorang anggota Tagana, Nasirudin, mengungkapkan bahwa honor yang diterima para relawan hanya sebesar Rp150.000 per bulan dari pemerintah daerah. Itu pun baru naik dari sebelumnya Rp100.000 yang diberikan oleh pemerintah pusat. Ironisnya, pencairannya hanya dilakukan setiap enam bulan sekali.
“Kami tidak menuntut lebih. Kami hanya ingin ada kesejahteraan yang layak agar tetap semangat saat harus turun membantu masyarakat yang terkena bencana,” ujarnya.
Ia juga menambahkan, banyak relawan yang harus membawa peralatan sendiri saat bertugas. Padahal mereka sering turun langsung ke lokasi-lokasi banjir, bahkan mengevakuasi lansia dari gang-gang sempit yang tidak bisa dijangkau kendaraan besar.
“Kami sangat membutuhkan perlengkapan seperti sepatu air, tambang, senter tahan air, dan kalau bisa, perahu karet. Itu penting untuk mendukung evakuasi,” katanya.
Senada dengan itu, Tagana asal Kecamatan Mundu, Nono, menuturkan bahwa motivasi mereka akan semakin kuat jika pemerintah serius memperhatikan nasib relawan.
“Kami sudah bertahun-tahun bertugas tanpa pamrih. Kami hanya berharap permohonan kami tak hanya menjadi janji, tapi benar-benar diwujudkan,” tegasnya. (adv)
Jabar Publisher Berita Jawa Barat, Berita Cirebon, Berita Tasikmalaya, Berita Karawang, Berita Bekasi, Berita Bandung