CIREBON – Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Cirebon batal disahkan.
Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua DPRD Kabupaten Cirebon, HM Luthfi belum lama ini
Luthfi menyampaikan bahwa agenda paripurna diakhir masa jabatan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Cirebon periode 2019-2024 itu tidak kuorum.
“Rapat tidak kuorum. Direncanakan akan disahkan pada periode anggota dewan selanjutnya. Prosesnya sudah mencapai tahap kelima, yaitu persetujuan substansi dari Menteri ATR yang telah keluar,” ujarnya
Sebagaimana telah diketahui , proses pengesahan RTRW ini telah memasuki tahap persetujuan substansi (Persub) dari Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR), yang dinyatakan sudah nyaris final.
“Pengesahan substansi sudah mencapai 99 persen, pengesahan formal masih terhambat karena DPRD belum mencapai kuorum,”ungkapnya.
Luthfi juga menegaskan bahwa apabila DPRD Kabupaten Cirebon tidak secepatnya kuorum dalam dua bulan ke depan, maka tahap proses pengesahan RTRW ini akan ditarik ke tingkat kementerian, seperti halnya yang terjadi di Kota Cirebon.
“Persub ini sudah mengunci 99 persen. Tidak bisa dibongkar lagi, tinggal disahkan saja. Kalau DPRD Kabupaten Cirebon tidak bisa kuorum dalam dua bulan ke depan, maka proses ini akan diambil alih oleh kementerian, seperti di Kota Cirebon,” imbuhnya.
Selain kaitan RTRW, Raperda Bantuan Hukum untuk Masyarakat Miskin juga mengalami penangguhan akibat tidak kuorumnya rapat.
Pengesahan Raperda tersebut diagendakan pada masa persidangan pertama tahun 2024-2025.
Luthfi juga menekankan bahwa pembangunan di Kabupaten Cirebon tidak boleh terbatas oleh periodisasi masa jabatan.
Menurutnya, pembangunan adalah proses jangka panjang yang membutuhkan keberlanjutan, bukan hanya selama lima tahun masa jabatan saja.
Ia memberikan contoh bahwa fondasi pembangunan yang sudah diletakkan oleh Bupati sebelumnya, maka Penjabat (Pj) Bupati saat ini yang memperkuatnya.
“Politik pembangunan tidak bisa dibatasi oleh periodisasi. Pembangunan bukan hanya lima tahunan, tetapi melihat 20 tahun ke depan. Kita semua punya tanggung jawab yang sama untuk memajukan Kabupaten Cirebon,” tegas Ketua DPRD Kab. Cirebon ini.
Ia menyebut, bahwa Dalam konteks RTRW, 80 persen kebijakan tata ruang Kabupaten Cirebon patuh pada kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan pemerintah pusat, termasuk perlindungan lahan sawah baku seluas 48 ribu hektar yang harus terpenuhi untuk agenda ketahanan pangan nasional.
Dampak dari kebijakan pusat salah satunya adalah pengurangan kawasan industri sebesar 4 ribu hektar di Kabupaten Cirebon.
Saat ini, luas wilayah industri yang ditetapkan dalam RTRW baru adalah 5.700 hektar, berkurang dari sebelumnya seluas 9.900 hektar.
Kawasan industri ini akan digabungkan menjadi lima zonasi besar guna meningkatkan efisiensi dan konektivitas.
“Kawasan industri yang tersebar di 16 kecamatan tidak efektif. Kami kumpulkan menjadi lima zonasi besar untuk mengefisienkan pembangunan infrastruktur dan konektivitas,” papar Luthfi.
Lima zonasi kawasan industri itu, meliputi Kanci, Losari, Pabedilan, sebagian di Gebang dan sebagian di Plumbon. Kelimanya itu, dijadikan sebagai kawasan industri power suplai dan manufaktur.
Sementara itu, ruang untuk sektor peternakan di Kabupaten Cirebon juga mengalami penyesuaian. Lahan untuk peternakan, yang sebelumnya seluas 1.600 hektar, kini tinggal tersisa 84 hektar.
Hal tersebut merupakan dampak kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang memasukkan sektor peternakan ke dalam Kawasan Usaha Pertanian. (adv)
Jabar Publisher Berita Jawa Barat, Berita Cirebon, Berita Tasikmalaya, Berita Karawang, Berita Bekasi, Berita Bandung