CIREBON – Inspektorat diminta untuk lebih bertaring lagi dalam melakukan pengawasan internal pemerintahan. Hal itu sesuai dengan UU No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Staf Ahli Mendagri Bidang Hukum dan Politik Kemendagri, Prod DR Zudan Arif Fakrulloh SH MH mengatakan, undang-undang tersebut diterbitkan untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang dialami oleh PNS.
Dijelaskannya, ketika ada dugaan penyalahgunaan wewenang, maka Inspektorat merupakan garda di depan dalam masalah tersebut. Artinya, kata dia, Inspektorat di daerah bertidak sebagai Aparat Pengawas Internal Pemerintahan. “Ketika memang ada dugaan penyalahgunaan wewenang, setidaknya harus diselesaikan di internal pemda terlebih dahulu. Inspektorat harus mengkaji dan menelaah, apakah persoalan yang ada itu bersifat administratif, atau memang memiliki tindak pidana atau perbuatan melanggar hukum,” bebernya.
Menurut UU Nomor 30 Tahun 2014, bila terdapat kesalahan administratif, maka inspektorat bisa meminta pegawai yang terkait untuk memperbaiki kesalahan tersebut. Namun ketika terdapat kesalahan administratif dan menimbulkan kerugian keuangan negara, maka tingkat pengawasan bisa dilimpahkan pada aparat penegak hukum. “Bila terdapat kerugian negara, dalam waktu maksimal 10 hari harus ada ganti rugi, dan Inspektorat harus berkoordinasi dengan aparat penegak hukum,” lanjutnya.
Undang-undang ini, jelas Zudan, sebenarnya lahir untuk mencegah kriminalisasi PNS. Pasalnya, selama ini sering ditemukan PNS yang hanya melakukan kesalahan administrasi namun namanya ikut terseret dalam kasus dugaan korupsi. Hal tersebut, jelas merugikan PNS. “Sering sekali baru saja ada dugaan-dugaan, tapi sudah muncul di media dan menyebutkan nama. Nah ini yang coba kita cegah,” lanjutnya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Kabupaten Cirebon, H Dudung Mulyana mengatakan sesuai dengan undang-undang yang ada, pengawasan terhadap penyalahgunaan wewenang itu dilaksanakan oleh Inspektorat. Namun untuk Kabupaten Cirebon, Dudung mengaku kinerja Inspektorat belum bisa berjalan maksimal. Hal itu disebabkan lantaran minimnya kualitas dan kuantitas SDM. “Sejauh ini memang masih kurang dari jumlah SDM untuk memeriksa lebih dari 40 Kecamatan dan 26 OPD. Jumlah SDM dengan jumlah yang harus diawasi tidak berimbang,” lanjutnya.
Selain itu dari segi kualitas, SDM Inspektorat yang mampu mengaudit tidak sebanding dengan banyaknya dinas yang harus diaudit. “Selama ini sebenarnya sudah cukup bagus, tapi dengan adanya undang-undang ini Inspektorat harus lebih total karena perannya lebih besar,” pungsnya. (gfr)